SINUSITIS (RINOSINUSITIS)
No ICPC-2 : R75. Sinusitis acute / chronic
No ICD-10 : J01. Acute sinusitis
J32. Chronic sinusitis Tingkat Kemampuan 4A (Rinosinusitis akut) 3A (Rinosinusitis kronik)
Masalah Kesehatan
Rinosinusitis adalah penyakit akibat peradangan pada mukosa sinus paranasal dan rongga hidung. Dokter di fasilitas pelayanan kesehatan Tingkat Pertama harus memiliki keterampilan yang memadai untuk mendiagnosis, menatalaksana, dan mencegah berulangnya rinosinusitis. Tatalaksana rinosinusitis yang efektif dari dokter di fasilitas pelayanan kesehatan Tingkat Pertama dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien secara signifikan, menurunkan biaya pengobatan, serta mengurangi durasi dan frekuensi absen kerja.
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
a. Gejala yang dialami, sesuai dengan kriteria pada tabel 10.10
b. Onset timbulnya gejala, dibagi menjadi:
-
Akut :< 12 minggu
-
Kronis : ≥ 12 minggu
c. Khusus untuk sinusitis dentogenik:
-
Salah satu rongga hidung berbau busuk
-
Dari hidung dapat keluar ingus kental atau tidak beringus
-
Terdapat gigi di rahang atas yang berlubang / rusak
Tabel 10.10. Kriteria diagnosis rinosinusitis menurut American Academy of Otolaryngology
Faktor mayor Faktor minor
Hidung tersumbat Sakit kepala
Keluar sekret dari hidung atau post-nasal discharge yang purulen
Demam Halitosis
Nyeri pada wajah Rasa lemah (fatigue)
Hiposmia / anosmia Sakit gigi
Sakit atau rasa penuh di telinga
Batuk
Faktor Risiko
Keluhan atau riwayat terkait faktor risiko, terutama pada kasus rinosinusitis kronik, penting untuk digali. Beberapa di antaranya adalah:
a. Riwayat kelainan anatomis kompleks osteomeatal, seperti deviasi septum
b. Rinitis alergi
c. Rinitis non-alergi, misalnya vasomotor, medikamentosa
d. Polip hidung
e. Riwayat kelainan gigi atau gusi yang signifikan
f. Asma bronkial
g. Riwayat infeksi saluran pernapasan atas akut yang sering berulang
h. Kebiasaan merokok
i. Pajanan polutan dari lingkungan sehari-hari
j. Kondisi imunodefisiensi, misalnya HIV/AIDS
k. Riwayat penggunaan kokain
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
a. Suhu dapat meningkat
b. Pemeriksaan rongga mulut
Dapat ditemukan karies profunda pada gigi rahang atas.
c. Rinoskopi anterior
Rinoskopi anterior dapat dilakukan dengan atau tanpa dekongestan topikal. Pada rinosinusitis akut dapat ditemukan:
-
Edema dan / atau obstruksi mukosa di meatus medius
-
Sekret mukopurulen. Bila sekret tersebut nampak pada meatus medius, kemungkinan sinus yang terlibat adalah maksila, frontal, atau etmoid anterior. Pada sinusitis dentogenik, dapat pula tidak beringus.
-
Kelainan anatomis yang mempredisposisi, misalnya: deviasi septum, polip nasal, atau hipertrofi konka.
d. Rinoskopi posterior
Bila pemeriksaan ini dapat dilakukan, maka dapat ditemukan sekret purulen pada nasofaring. Bila sekret terdapat di depan muara tuba Eustachius, maka berasal dari sinus-sinus bagian anterior (maksila, frontal, etmoid anterior), sedangkan bila sekret mengalir di belakang muara tuba Eustachius, maka berasal dari sinus-sinus bagian posterior (sfenoid, etmoid posterior).
e. Otoskopi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi adanya komplikasi pada telinga, misalnya tuba oklusi, efusi ruang telinga tengah, atau kelainan pada membran timpani (inflamasi, ruptur).
f. Foto polos sinus paranasal dengan Water’s view (AP / lateral), bila fasilitas tersedia.
Pada posisi ini, sinus yang dapat dinilai adalah maksila, frontal, dan etmoid.
g. Temuan yang menunjang diagnosis rinosinusitis antara lain: penebalan mukosa (perselubungan), air-fluid level, dan opasifikasi sinus yang terlibat. Foto polos sinus tidak direkomendasikan untuk anak berusia di bawah 6 tahun. Pada pasien dewasa, pemeriksaan ini juga bukan suatu keharusan, mengingat diagnosis biasanya dapat ditegakkan secara klinis. Laboratorium, yaitu darah perifer lengkap, bila diperlukan dan fasilitas tersedia.
Penegakan Diagnosis (Assessment) Rinosinusitis Akut (RSA)
Dasar penegakkan diagnosis RSA dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 10.11. Dasar Penegakkan Diagnosis Rinosinusitis Akut (RSA) Pada orang dewasa Pada anak
Dasar penegakan diagnosis
Klinis Klinis
Kriteria Sekurangnya 2 faktor mayor, di mana salah satu harus:
· hidung tersumbat, atau
· keluar sekret dari hidung atau post- nasal discharge yang purulen
· dan dapat disertai:
· nyeri pada wajah
· hiposmia / anosmia
Sekurangnya 2 faktor mayor, di mana salah satu harus:
· hidung tersumbat, atau
· keluar sekret dari hidung atau post-nasal discharge yang purulen
· dan dapat disertai:
· nyeri pada wajah
· batuk (sepanjang hari)
Onset gejala
Tiba-tiba Tiba-tiba
Durasi ·< 12 minggu ·< 12 minggu
Pada orang dewasa Pada anak
gejala · Bila rekurens, terdapat interval bebas gejala yang jelas
· Bila rekurens, terdapat interval bebas gejala yang jelas
Pemeriksa an fisik
Pemeriksa an penunjang (foto Rontgen)
Rinoskopi anterior:
· Edema dan hiperemia konka
· Sekret mukopurulen
Umumnya tidak perlu. Indikasi pemeriksaan:
· Severitas berat
· Pasien imunodefisien
· Adanya tanda komplikasi
Rinoskopi anterior (bila dapat dilakukan):
· Edema dan hiperemia konka
· Sekret mukopurulen Inspeksi rongga mulut:
· Sekret pada faring
· Eksklusi infeksi pada gigi
Tidak dianjurkan.
Rinosinusitis akut dapat dibedakan lagi menjadi:
a. Rinosinusitis akut viral (common cold): Bila durasi gejala< 10 hari
b. Rinosinusitis akut pasca-viral:
-
Bila terjadi peningkatan intensitas gejala setelah 5 hari, atau
-
Bila gejala persisten > 10 hari namun masih< 12 minggu
c. Rinosinusitis akut bakterial:
Bila terdapat sekurangnya 3 tanda / gejala berikut ini:
a. Sekret berwarna atau purulen dari rongga hidung
b. Nyeri yang berat dan terlokalisasi pada wajah
c. Demam, suhu > 38oC
d. Peningkatan LED / CRP
e. Double sickening, yaitu perburukan setelah terjadi perbaikan sebelumnya
Rinosinusitis Kronis (RSK)
Dasar penegakkan diagnosis RSK dapat dilihat pada tabel 5.5 di lampiran
Tabel 10.12. Dasar Penegakkan Diagnosis Rinosinusitis Kronik (RSK)
Pada orang dewasa dan anak
Dasar penegakan diagnosis Klinis
Kriteria Sekurangnya 2 faktor mayor, di mana salah satu harus:
· hidung tersumbat, atau
· keluar sekret dari hidung atau post-nasal discharge yang purulen
dan dapat disertai:
· nyeri pada wajah
· hiposmia / anosmia
Durasi gejala ≥ 12 minggu
Pemeriksaan fisik Rinoskopi anterior:
· Edema konka, dapat disertai hiperemia
· Sekret mukopurulen Inspeksi rongga mulut:
· Sekret pada faring
· Eksklusi infeksi pada gigi
Pemeriksaan penunjang (foto Rontgen)
Dianjurkan, bila tidak sembuh setelah 2 minggu terapi
Pemeriksaan lain Elaborasi faktor risiko yang mendasari
Diagnosis Banding
Berikut ini adalah diagnosis banding dari rinosinusitis akut dan kronis: Tabel 10.13. Diagnosis banding Rinosinusitis Akut (RSA) dan Rinosinusitis Kronik (RSK)
Rinosinusitis Akut (RSA) Rinosinusitis Kronis (RSK)
Episode akut (rekurens) pada rinosinusitis kronik
Bronkitis akut Rinitis akut Asma bronkial Influenza
Cluster headache
Migrain
Refluks gastro-esofageal Tumor ganas rongga hidung Tumor ganas nasofaring Tumor ganas sinus
Benda asing pada saluran napas
Fibrosis kistik Sinusitis jamur
Komplikasi
a. Kelainan orbita
Penyebaran infeksi ke orbita paling sering terjadi pada sinusitis etmoid, frontal, dan maksila. Gejala dan tanda yang patut dicurigai sebagai infeksi orbita adalah: edema periorbita, selulitis orbita, dan nyeri berat pada mata. Kelainan dapat mengenai satu mata atau menyebar ke kedua mata.
b. Kelainan intrakranial
Penyebaran infeksi ke intrakranial dapat menimbulkan meningitis, abses ekstradural, dan trombosis sinus kavernosus. Gejala dan tanda yang perlu dicurigai adalah: sakit kepala (tajam, progresif, terlokalisasi), paresis nervus kranial, dan perubahan status mental pada tahap lanjut.
c. Komplikasi lain, terutama pada rinosinusitis kronik, dapat berupa: osteomielitis sinus maksila, abses subperiosteal, bronkitis kronik, bronkiektasis.
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) Rinosinusitis Akut (RSA)
Tujuan penatalaksanaan RSA adalah mengeradikasi infeksi, mengurangi severitas dan durasi gejala, serta mencegah komplikasi. Prinsip utama tatalaksana adalah memfasilitasi drainase sekret dari
sinus ke ostium di rongga hidung. Tatalaksana RSA dapat dilihat dalam gambar Algoritma tatalaksana RSA
Penjelasan 2 Algoritma tatalaksana RSA
 |
 |
Konseling dan Edukasi :
a. Pasien dan atau keluarga perlu mendapatkan penjelasan yang adekuat mengenai penyakit yang dideritanya, termasuk faktor risiko yang diduga mendasari.
b. Dokter bersama pasien dapat mendiskusikan hal-hal yang dapat membantu mempercepat kesembuhan, misalnya:
-
Pada pasien perokok, sebaiknya merokok dihentikan. Dokter dapat membantu pasien berhenti merokok dengan melakukan konseling (dengan metode 5A) atau anjuran (metode pengurangan, penundaan, atau cold turkey, sesuai preferensi pasien).
-
Bila terdapat pajanan polutan sehari-hari, dokter dapat membantu memberikan anjuran untuk meminimalkannya, misalnya dengan pasien menggunakan masker atau ijin kerja selama simtom masih ada.
-
Pasien dianjurkan untuk cukup beristirahat dan menjaga hidrasi.
-
Pasien dianjurkan untuk membilas atau mencuci hidung secara teratur dengan larutan garam isotonis (salin).
Rencana Tindak Lanjut
a. Pasien dengan RSA viral (common cold) dievaluasi kembali setelah 10 hari pengobatan. Bila tidak membaik, maka diagnosis menjadi RSA pasca viral dan dokter menambahkan kortikosteroid (KS) intranasal ke dalam rejimen terapi.
b. Pasien dengan RSA pasca viral dievaluasi kembali setelah 14 hari pengobatan. Bila tidak ada perbaikan, dapat dipertimbangkan rujukan ke spesialis THT.
c. Pasien dengan RSA bakterial dievaluasi kembali 48 jam setelah pemberian antibiotik dan KS intranasal. Bila tidak ada perbaikan, dapat dipertimbangkan rujukan ke spesialis THT.
Kriteria Rujukan
Pada kasus RSA, rujukan segera ke spesialis THT dilakukan bila:
a. Terdapat gejala dan tanda komplikasi, di antaranya: Edema / eritema periorbital, perubahan posisi bola mata, Diplopia, Oftalmoplegia, penurunan visus, sakit kepala yang berat, pembengkakan area frontal, tanda-tanda iritasi meningeal, kelainan neurologis fokal.
b. Bila tidak terjadi perbaikan pasca terapi adekuat setelah 10 hari (RSA viral), 14 hari (RSA pasca viral), dan 48 jam (RSA bakterial).
Rinosinusitis Kronis
Strategi tatalaksana RSK meliputi identifikasi dan tatalaksana faktor risiko serta pemberian KS intranasal atau oral dengan/tanpa antibiotik. Tatalaksana RSK dapat dilihat pada Algoritma tatalaksana RSK.
Penjelasan 3 Algoritma tatalaksana RSK
Penjelasan****4.
Rangkuman pilihan terapi medikamentosa untuk kasus rinosinusitis
Dosis
Golongan Obat Penggunaan
Dewasa Anak
Irigasi NasalSalin fisiologis - - Sebagai ajuvan (NaCl 0,9%)
Dekongestan topikal
Oxymetazoline 0,05% nasal spray
2 x 2 spray sehari, di tiap rongga hidung
2 x 2 spray sehari, di tiap rongga hidung
Tidak lebih dari 3 x 24 jam
Dekongestan sistemik (per oral)
Pseudoefedrin 4 x 60 mg / hari · Usia ≥ 2 tahun:
4 mg/kgBB/hari, dibagi 4 dosis per hari
· Usia< 2 tahun: belum ada data efikasi dan
keamanan
Umumnya pseudoefedrin lepas lambat dikombinasika n dengan zat aktif lain (antihistamin).
Dosis
Golongan Obat Penggunaan
Dewasa Anak
AnalgetikParacetamol 1500 – 3000 mg /
hari, dibagi 3 – 4 dosis per hari
10 – 15
mg/kgBB/kali, 4 – 4 dosis per hari
Bila perlu
MukolitikBromhexin-HCl 3 x 30 mg / hari Belum ada data
efikasi dan keamanan
Bila perlu
Guaiafenesin 4 x 100 – 400 mg / hari
Erdostein 2 – 3 x 300 mg / hari
Belum ada data efikasi dan keamanan Belum ada data efikasi dan keamanan
Bila perlu Bila perlu
Kortikosteroi d topikal (intranasal)
_Budesonide_1 – 4 spray/hari/
rongga hidung
· Usia< 6 tahun: belum ada data efikasi dan
keamanan
· Usia 6 – 11 tahun: 1
– 2
spray/hari/rongga hidung
· Usia ≥ 12 tahun: 1 –
4 spray/hari/rongga hidung
Fluticasone propionate
Triamcinolone acetonide
1 – 2 spray/hari/ rongga hidung
1 – 2 spray/hari/ rongga hidung
· Usia< 4
tahun: belum ada data efikasi dan keamanan
· Usia ≥ 4
tahun: 1 – 2
spray/hari/rongga hidung
· Usia< 2 tahun: belum ada data efikasi dan
keamanan
· Usia 2 – 5 tahun: 1 spray/hari/rongga hidung
· Usia ≥ 6 tahun: dosis
dewasa
_Mometasone_2 spray/hari/rongga · Usia< 2 tahun:
Dosis
Golongan Obat Penggunaan
Dewasa Anak
_furoate_hidung belum ada data efikasi dan
keamanan
· Usia 2 – 12 tahun: 1 spray/hari/rongga hidung
· Usia ≥ 12 tahun:
dosis dewasa
Antibiotik
Lini 1 Amoxicillin 3 x 500 mg / hari 25 – 50
mg/kgBB/hari, 3
dosis per hari
Selama 7 – 10 hari
TMP-SMX 2 x 160/800 mg /
hari
8 – 20 mg
TMP/kgBB/hari, 2
dosis per hari
Selama 7 – 10 hari
Eritromisin 4 x 500 mg / hari 50 – 100
mg/kgBB/hari, 4
dosis per hari
Selama 7 – 10 hari
Lini 2 Amoxicillin – Asam Clavulanat
2 x 2000 mg / hari 25 – 50
mg/kgBB/hari, 2
dosis per hari
Selama 7 – 10 hari
Ciprofloxacin 2 x 500 mg / hari · Usia< 1 tahun:
belum ada data efikasi dan
keamanan
· Usia ≥ 1 tahun:
10 – 20
mg/kgBB/hari, 2 dosis per hari
Levofloxacin 1 x 750 mg / hari Belum ada data
efikasi dan keamanan
Selama 7 – 10 hari
Selama 7 – 10 hari
Azithromycin 1 x 500 mg / hari
(untuk 3 hari) atau 2000 mg dosis tunggal
10 mg/kgBB/hari, 1 dosis per hari, untuk 3 hari
Konseling dan Edukasi
a. Dokter perlu menjelaskan mengenai faktor risiko yang mendasari atau mencetuskan rinosinusitis kronik pada pasien beserta alternatif tatalaksana untuk mengatasinya.
b. Pencegahan timbulnya rekurensi juga perlu didiskusikan antara dokter dengan pasien.
Kriteria Rujukan
Rujukan ke spesialis THT dilakukan apabila:
a. Pasien imunodefisien
b. Terdapat dugaan infeksi jamur
c. Bila rinosinusitis terjadi ≥ 4 kali dalam 1 tahun
d. Bila pasien tidak mengalami perbaikan setelah pemberian terapi awal yang adekuat setelah 4 minggu.
e. Bila ditemukan kelainan anatomis ataupun dugaan faktor risiko yang memerlukan tatalaksana oleh spesialis THT, misalnya: deviasi septum, polip nasal, atau tumor.
Sinusitis Dentogenik
a. Eradikasi fokus infeksi, misal: ekstraksi gigi
b. Irigasi sinus maksila
c. Antibiotik
Prognosis Rinosinusitis Akut
a. Ad vitam : Bonam
b. Ad functionam : Bonam
c. Ad sanationam_: Bonam_
Rinosinusitis Kronis
a. Ad vitam : Bonam
b. Ad functionam : Dubia ad bonam
c. Ad sanationam_: Dubia ad bonam_
Sinusitis Dentogenik
a. Ad vitam : Bonam
b. Ad functionam : Bonam
c. Ad sanationam_: Bonam_
Peralatan
a. Termometer
b. Spekulum hidung
c. Kaca rinoskop posterior
d. Kassa steril
e. Lampu kepala
f. Lampu Bunsen / spiritus dan korek api
g. Otoskop
h. Suction
i. Lampu baca x-ray
j. Formulir permintaan pemeriksaan radiologi
k. Formulir rujukan
Referensi
a. Fokkens, W et.al, 2012. European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps. Rhinol Suppl, 23, pp.1-298. Available at: http://www.rhinologyjournal.com [Accessed June 24, 2014]. (Fokkens, 2012)
b. Departemen Ilmu Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala –
Leher FKUI / RSCM. Panduan Pelayanan Medis Rinosinusitis.
c. Desrosiers, M et.al, 2011. Canadian Clinical Practice Guidelines for Acute and Chronic Rhinosinusitis. Allergy, Asthma, & Clinical Immunology, 71, pp.1-38. Available at: http://www.aacijournal.com/content/7/1/2 [Accessed June 6, 2014]. (Desrosier et.al, 2011)
d. Hwang, PH & Getz, A, 2014. Acute Sinusitis and Rhinosinusitis in Adults: Treatment. UpToDate Wolters Kluwer Health. Available at: www.uptodate.com [Accessed June 6, 2014]. (Hwang & Getz, 2014)
e. Chow, AW et.al, 2012. IDSA Clinical Practice Guideline for Acute Bacterial Rhinosinusitis in Children and Adults. Clinical Infectious Diseases, pp.e1-e41. Available at: http://cid.oxfordjournals.org/ [Accessed June 6, 2014]. (Chow
et.al, 2012)
f. Fagnan, LJ, 1998. Acute Sinusitis: A Cost-Effective Approach to Diagnosis and Treatment. American Family Physician, 58(8), pp.1795-1802. Available at: http://www.aafp.org/afp/1998/1115/p1795.html [Accessed June 6, 2014]. (Fagnan, 1998)