Tanda Vital
📄️ Cara Memahami Panduan Keterampilan Klinis
Panduan Keterampilan Klinis memuat keterampilan klinik yang dilakukan dokter mulai dari langkah-langkah keterampilan yang diikuti dengan hasil analisis pemeriksaan yang dapat ditemukan oleh pemeriksa.
📄️ Tingkat Kemampuan Keterampilan Klinis
Sejak diundangkannya Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) pada tahun 2006, dokter di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama harus menguasai kompetensi standar dalam melakukan pelayanan kesehatan di masyarakat. SKDI dilengkapi dengan lampiran daftar masalah kesehatan, penyakit dan keterampilan klinis dengan tingkat kemampuan yang harus dipenuhi oleh seorang dokter.
🗃️ Universal Precaution
3 butir
🗃️ Keterampilan Komunikasi
5 butir
🗃️ General Survey
3 butir
📄️ Tanda Vital
1. Pemeriksaan Tekanan Darah Tingkat Keterampilan: 4A
📄️ Sistem Saraf
1. Pemeriksaan Rangsang Meningeal Tingkat Keterampilan: 4A
📄️ Psikiatri
1. Anamnesis Psikiatri Tingkat Keterampilan: 4A Tujuan
📄️ Sistem Indera
Indera Penglihatan
📄️ Sistem Respirasi
1. Pemeriksaan Leher Tingkat Keterampilan: 4A Tujuan
📄️ SISTEM KARDIOVASKULAR
1. Pemeriksaan Jantung (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Dan Auskultasi) Tingkat Keterampilan: 4A
📄️ Sistem Gastrohepatobilier
1. Pemeriksaan Mulut dan Tenggorokan (Tonsil) Tingkat keterampilan: 4A
📄️ Sistem Ginjal dan Saluran Kemih
1. Pemeriksaan Fisik Ginjal dan Saluran Kemih Tingkat Keterampilan: 4A
📄️ Sistem reproduksi
1. Pemeriksaan Fisik Ginekologi Wanita Tingkat Keterampilan: 4A
📄️ Sistem Endokrin, Metabolisme Dan Nutrisi
1. Pengaturan Diet
📄️ Sistem Hematologi dan Imunologi
1. Palpasi Kelenjar Limfe Tingkat Keterampilan Menilai kelenjar limfe Alat dan bahan: -
🗃️ Sistem Muskuloskeletal
5 butir
🗃️ Sistem Kulit Dan Integumen
2 butir
🗃️ Lain-Lain
6 butir
- Pemeriksaan Tekanan Darah Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan: Mengukur tekanan darah Alat dan Bahan
a. Sphygmomanometer
b. Stetoskop
c. Kursi atau meja periksa Teknik Pemeriksaan
a. Siapkan alat dan bahan.
b. Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan.
c. Mempersilahkan pasien untuk istirahat paling tidak 5 menit dalam posisi pemeriksaan (posisi duduk).
d. Pastikan ruang pemeriksaan tenang dan nyaman.
e. Lengan yang akan diperiksa harus bebas dari pakaian. Pastikan pada lengan tersebut tidak terdapat cimino untuk dialisis, bekas luka yang disebabkan putusnya arteri brachial sebelumnya maupun limfaoedem.
f. Lakukan palpasi pada arteri brakhialis untuk memastikan terabanya denyut.
g. Posisikan lengan pasien sedemikian rupa sehingga arteri brakhialis sejajar dengan jantung. Apabila pasien dengan posisi duduk maka letakkan lengan pada meja sedikit diatas pinggul.
h. Tentukan ukuran manset. Bila manset terlalu besar untuk lengan pasien, seperti pada anak-anak, maka pembacaannya akan lebih rendah dari tekanan sebenarnya. Bila manset terlalu kecil, misalnya pada penggunaan manset standar pada pasein obes, maka pembacaan tekanan akan lebih tinggi dibanding tekanan sebenarnya.
i. Pasang manset dengan membalutkannya dengan kencang dan lembut pada lengan atas. Batas bawah manset berada pada 2.5 cm di atas fossa antecubiti, dan balon manset harus berada di tengah arteri brakialis.
j. Posisikan lengan pasien sedemikan rupa sehingga siku sedikit fleksi.
k. Pompa manset hingga mengembang. Untuk menentukan seberapa tinggi tekanan manset, pertama-tama perkirakan tekanan sistolik dengan palpasi. Raba arteri radialis dengan satu tangan, kembangkan manset secara cepat sampai dengan pulsasi arteri radialis menghilang. Baca tekanan yang terbaca pada manometer, lalu tambahkan 30 mmHg. Gunakan jumlah ini sebagai target untuk mengembangkan manset sehingga mengurangi ketidaknyamanan karena manset yang terlalu kencang.
l. Kempiskan manset dan tunggu 15-30 detik.
m. Tempatkan membran stetoskop pada arteri brachialis.
n. Kembangkan manset secara cepat sampai dengan tekanan yang telah ditentukan sebelumnya.
o. Kempiskan secara perlahan dengan kecepatan 2-3 mmHg per detik.
p. Dua bunyi pertama yang terdengar adalah tekanan sistolik pasien.
q. Turunkan tekanan 10-20 mmHg.
r. Kemudian kempiskan manset secara cepat hingga nol.
s. Titik dimana bunyi terdengar menghilang merupakan tekanan diastolik pasien.
t. Tunggu selama 2 menit, kemudian ulangi pemeriksaan untuk mendapatkan nilai rata-rata.
Analisis Hasil Pemeriksaan
Bunyi pertama yang terdengar pada auskultasi arteri brakhialis saat manset dikempiskan adalah tekanan darah sistolik (fase korotkof I).Bunyi terkahir yang masih dapat terdengar adalah tekanan diastolic (fase korotkof II).
Tabel 6. Klasifikasi tekanan darah dewasa (> 18 th) menurut JNC VII
Kategori | Sistolik**(mm Hg)** | Diastolik (mm Hg) |
Normal | <120 | <80 |
Prehipertensi | 120-139 | 80-89 |
Hipertensi****Stage 1 | 140-159 | 90-99 |
Stage 2 | ≥160 | ≥100 |
Catatan: target tekanan darah pada pasien dengan hipertensi, DM atau penyakit ginjal
<130/80 mmHg
Apabila tekanan darah sistolik dan diastolik berada pada kategori yang berbeda, gunakan kategori yang tertinggi. Misalnya, tekanan darah 170/92 mmHg berada pada kategori hipertensi stage II; tekanan darah 135/100 mmHg berada pada kategori hipertensi stage I.
Hipotensi ortostatik adalah penurunan tekanan darah sistolik ≥ 20 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 10 mmHg setelah pasien berdiri sampai dengan 3 menit.
Referensi
a. Bickley LS, Szilagyi PG. Bates’ guide to physical examination and history taking. 10th ed. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins, 2009.
b. Douglas G, Nicol S, Robertson C. Macleod’s clinical examination.
Ed 13. Edenburg: Elsevier. 2013.
- Pemeriksaan Denyut Nadi Tingkat Keterampilan: 4A Tujuan: Menilai sirkulasi perifer Alat dan Bahan: Meja Periksa Teknik Pemeriksaan
a. Pasien dalam posisi terlentang
b. Dengan menggunakan telunjuk dan jari tengah, tekan arteri radialis sampai dengan terdeteksi denyut maksimal. Yang perlu dinilai adalah frekuensi, irama dan kuat angkat.
c. Apabila didapatkan frekuensi denyut dan irama normal, maka hitung frekuensi selama 30 detik lalu kalikan 2. Jika frekuensi denyut nadi sangat cepat atau sangat lambat, hitung selama 60 detik.
d. Untuk menilai irama, rasakan denyut radialis. Apabila didapatkan irama ireguler, cek kembali irama dengan menempelkan stetoskop pada apeks jantung.
Analisis Hasil Pemeriksaan
a. Frekuensi
Frekuensi nadi normal adalah antara 50 – 90 x/menit. Frekuensi nadi kurang dari 50 x/menit disebut bradikardia. Frekuensi nadi lebih dari 100 x/menit disebut takikardia.
b. Irama
Untuk menilai irama, rasakan denyut arteri radialis. Apabila denyut teraba ireguler, periksa kembali irama dengan mendengarkan detak jantung pada apeks kordis dengan menggunakan stetoskop. Apakah irama jantung reguler atau ireguler? Apabila didapatkan irama jantung ireguler, identifikasi polanya.
-
Apakah terdapat detak jantung tambahan pada irama yang reguler?
-
Apakah irama ireguler berubah secara konstan sesuai respirasi pasien?
-
Apakah irama ireguler total?
Irama ireguler dapat disebabkan oleh fibrilasi atrial dan kontraksi prematur atrial atau ventrikel. Untuk seluruh pola denyut arteri ireguler diperlukan pemeriksaan EKG untuk mengidentifikasi aritmia.
Referensi
a. Bickley LS, Szilagyi PG. Bates’ guide to physical examination and history taking. 10th ed. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins, 2009.
b. Douglas G, Nicol S, Robertson C. Macleod’s clinical examination. Ed 13. Edenburg: Elsevier. 2013.
- Pemeriksaan Pernapasan Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan: Melakukan penilaian pernapasan dan kelainan yang dapat ditemukan
Alat dan Bahan: -
Teknik Pemeriksaan
a. Pasien paling baik dalam posisi berdiri dengan pemeriksa berada berhadapan dengan pasien. Bila tidak bisa, pasien dapat duduk di meja periksa atau dalam posisi berbaring. Posisi pemeriksa paling baik berada di ujung kaki pasien.
b. Nilai:
-
Tipe pernapasan
-
Frekuensi napas
-
Dalamnya pernapasan
-
Regularitas
-
Rasio antara inspirasi dan ekspirasi
-
Adanya batuk atau bunyi napas tambahan
-
Adanya dipsnoe
c. Nilai juga adanya postur tubuh tertentu dan penggunaan otot bantu napas.
d. Nilai adanya sianosis sentral dan/atau perifer.
Analisis Hasil Pemeriksaan
a. Penilaian pernapasan:
- Tipe pernapasan:
Pada keadaan normal, tipe pernapasan pada wanita biasanya adalah pernapasan dada, sedangkan pada laki- laki biasanya tipe pernapasan abdominal.
- Frekuensi napas:
Frekuensi pernapasan normal dewasa saat istirahat antara 14-20 kali/menit dan sampai dengan 44 x/menit pada bayi. Bila terdapat kesulitan bernapas, maka frekuensi napas juga akan meningkat (takipnea). Frekuensi napas juga dapat berkurang (bradipnea), misalnya akibat stimulasi saraf.
- Dalam pernapasan:
Saat keadaan istirahat, pernapasan biasanya cukup dangkal, namun kedalamannya akan meningkat saat latihan. Pernapasan yang sangat cepat dan adanya nyeri dada, misalnya pada fraktur iga, pernapasan biasanya dangkal.
- Regularitas:
Pada keadaan normal, pernapasan biasanya teratur, bila terdapat gangguan pada pusat napas, misalnya, pernapasan dapat memiliki jeda yang cukup lama (apnoe).
- Hubungan inspirasi dan ekspirasi:
Normalnya masa inspirasi lebih pendek dari ekspirasi dengan rasio 5:6. Pada serangan asma, fase ekspirasi memanjang (biasanya disertai wheezing). Pada obstruksi jalan napas atas, misalnya saat tersedak, fase inspirasi dapat memanjang (disertai stridor)
- Batuk atau suara napas tambahan
Apabila pasien batuk, tentukan apakah merupakan batuk kering atau batuk produktif. Normalnya, saat bernapas tidak terdengar adanya suara, namun pada keadaan patologis dapat terdengar suara wheezing, ronkhi atau rattling.
- Dispnoe
Bila ditemukan adanya dispnoe, tentukan derajat kesulitan bernapas. Napas yang pendek saat olahraga disebut exertional dyspnoea. Kesualitan bernapas saat beristirahat disebut dyspnoea at rest.
- Postur tertentu dan penggunaan otot bantu napas.
Pasien dengan pernapasan yang memendek biasanya sedikit lean (misalnya di meja). Biasanya mereka menggunakan otot bantu napas tambahan seperti pektoralis mayor, skalenus, sternokleidomastoideus dan otot nasalis.
- Bibir atau lidah yang kebiruan atau ungu.
Gejala ini merupakan tanda sianosis sentral. Keadaan ini dapat terjadi bila darah kekurangan oksigen.
b. Kelainan laju dan irama pernapasan.
- Takipnea
Pernapasan dangkal dan cepat, dapat disebabkan oleh penyakit paru restriktif, pleuritis dan elevated diaphragm.
- Hiperventilasi
Pernapasan yang cepat, dapat disebabkan oleh latihan, kecemasan dan asidosis metabolik. Pada pasien koma, pertimbangkan infark, hipoksia atau hipoglikemia yang mempengaruhi otak tengah atau pons. Kussmaul adalah pernapasan cepat dan dalam karena asidosis metabolik.
- Bradipnea
Pernapasan lambat, mungkin secara tidak langsung terjadi pada koma diabeteikum, drug induced, depresi pernapasan, dan peningkatan tekanan intrakranial.
4) Cheyne–Stokes Breathing
Pernapasan yang dalam kemudian berubah menjadi periode apnea (tidak bernapas). Anak-anak dan orang tua mungkin menunjukkan pola ini saat tidur. Penyebab lainnya meliputi gagal jantung, uremia, drug-induced, depresi pernapasan, dan kerusakan otak (biasanya pada kedua hemisfer atau diencephalon).
5) Ataxic Breathing (Biot’s Breathing)
Pernapasan ini ditandai dengan ketidakteraturan napas yang tidak terduga. Napas mungkin dangkal atau dalam dan berhenti untuk periode yang singkat. Penyebabnya antara lain depresi pernapasan dan kerusakan otak, biasanya pada tingkat medula.
6) Sighing Respiration
Pernapasan diselingi dengan periode mendesah, pemeriksa harus waspada dengan kemungkinan sindroma hiperventilasi – penyebab umum dispnea dan pusing. Desahan yang jarang, normal terjadi.
7) Obstructive Breathing
Pada penyakit paru obstruktif, ekspirasi memanjang disebabkan oleh menyempitnya saluran napas meningkatkan hambatan aliran udara. Penyebabnya antara lain asma, bronkhitis kronis dan COPD.
Referensi
a. Bickley LS, Szilagyi PG. Bates’ guide to physical examination and history taking. 10th ed. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins, 2009.
b. Duijnhoven, Belle. Skills in Medicine: The Pulmonary Examination. 2009.
c. Douglas G, Nicol S, Robertson C. Macleod’s clinical examination. Ed 13. Edenburg: Elsevier. 2013.
- Pemeriksaan Suhu Tingkat Keterampilan: 4A Tujuan
a. Mampu melakukan pengukuran suhu
b. Mampu menentukan letak-letak untuk mengukur suhu pada bayi dan anak
Alat dan Bahan
a. Termometer raksa atau termometer digital
b. Kapas alkohol Teknik Pemeriksaan
Pemeriksaan suhu di aksilla
a. Pemeriksa menjelaskan pemeriksaan yang akan dilakukan dan prosedurnya.
b. Siapkan termometer (air raksa, digital, dll).
c. Cuci tangan terlebih dahulu.
d. Bersihkan termometer dengan kapas alcohol.
e. Pastikan ketiak tidak basah agar tidak terjadi kesalahan dalam hasil pemeriksaan suhu.
f. Selipkan di ketiak dan tunggu selama 10 menit (pada termometer digital sampai bunyi).
Pemeriksaan suhu oral
a. Bersihkan termometer dengan kapas alkohol.
b. Minta anak untuk membuka mulutnya dan angkat lidahnya.
c. Selipkan termometer di bawah lidah.
d. Minta pasien untuk menutup mulutnya kembali.
e. Tunggu selama 10 menit
Pemeriksaan suhu rektal
a. Bersihkan termometer dengan kapas alkohol.
b. Minta ibu untuk membukakan celana atau popok bayi.
c. Posisikan bayi miring dengan fleksi pada panggul.
d. Olesi termometer dengan lubrikan.
e. Masukkan termometer pada anus bayi dengan kedalaman 3-4 cm dengan arah menuju umbilikus, pastikan bahwa bayi tidak sedang mengalami diare.
f. Tunggu selama 10 menit.
Pemeriksaan suhu membran timpani
a. Pastikan kanalis auditori eksternus bebas dari serumen.
b. Posisikan probe pada kanalis sehingga sinar infrared mengarah ke membran timpani (bila tidak, pengukuran tidak akan tepat).
c. Tunggu 2-3 detik sampai termometer digital terbaca.
Analisis Hasil Pemeriksaan
a. Usia 0-3 bulan sebaiknya dilakukan pengukuran suhu di rectal.
b. Usia 3 bulan-4 tahun sudah mulai bisa dilakukan di aksila.
c. Usia 4 tahun keatas sudah mulai bisa dilakukan di oral.
d. Pada pemeriksaan suhu oral, suhu didapatkan dari aliran darah arteri karotis eksterna.
e. Pemeriksaan suhu di rektal merupakan yang paling akurat karena mendekati suhu inti tubuh.
f. 36.1-37.20C = normal.
g. 37.8 - 38.9 0C = low-grade fever.
h. >39.5 0C = high-grade fever.
Demam atau pireksia adalah peningkatan suhu tubuh diatas normal. Hiperpireksia adalah peningkatan suhu tubuh diatas 41,1oC. Hipotermia adalah penurunan suhu tubuh abnormal dibawah 35oC per rektal.
Penyebab demam antara lain infeksi, trauma (seperti operasi atau cedera kompresi), keganasan, kelainan darah (seperti anemia hemolitik akut), reaksi obat dan gangguan imunitas (seperti collagen vascular disease).
Penyebab utama hipotermia adalah paparan terhadap dingin. Penyebab predisposisi lain termasuk menurunnya pergerakan seperti pada paralisis, vasokonstriksi seperti pada sepsis, konsumsi alkohol berlebih, kelaparan, hipotiroidisme dan hipoglikemia. Orang tua merupakan golongan yang rentan terhadap hipotermia dan lebih sedikit terjadi demam.
Referensi
Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates’ Guide to Physical Examination and History Taking, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. China. 2009. p 759.