Sistem reproduksi
- Pemeriksaan Fisik Ginekologi Wanita Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan: Melakukan pemeriksaan fisik ginekologi wanita Alat dan Bahan
a. Meja periksa ginekologi
b. Cairan antiseptik
c. Kasa steril
d. Kapas lidi
e. Sarung tangan, minimal DTT
f. Apron
g. Handuk kering
h. Lubrikan gel
i. Lampu sorot
j. Spekulum dan nampan
k. Meja instrumen
l. Kaca obyek
m. Kursi pemeriksa
n. Air kran dan sabun.
Teknik Pemeriksaan
a. Informed consent: Jelaskan kepada pasien jenis pemeriksaan, tujuan, dan prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan. Informasikan bahwa pemeriksaan yang akan dilakukan tidak menyebabkan nyeri namun pasien mungkin akan merasa tidak nyaman.
b. Persiapkan alat dan bahan.
c. Minta pasien untuk mengosongkan kandung kencingnya terlebih dahulu.
d. Minta pasien melepaskan celana dan berbaring di meja periksa dengan posisi litotomi.
e. Nyalakan lampu dan diarahkan ke arah genitalia
f. Pemeriksa mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan.
g. Sentuh paha sebelah dalam terlebih dahulu, sebelum menyentuh daerah genital ibu.
h. Perhatikan labia, klitoris dan perineum, apakah terdapat parut, lesi, inflamasi atau retakan kulit.
i. Pisahkan labia majora dengan dua jari, memeriksa labia minora, klitoris, mulut uretra dan mulut vagina
j. Palpasi labia minora. Apakah terdapat benjolan, cairan, ulkus dan fistula. Rasakan apakah ada ketidakberaturan atau benjolan dan apakah ada bagian yang terasa nyeri.
k. Periksa kelenjar Skene untuk melihat adanya keputihan dan nyeri. Dengan telapak tangan menghadap ke atas masukkan jari telunjuk ke dalam vagina lalu dengan lembut mendorong ke atas mengenai uretra dan menekan kelenjar pada kedua sisi kemudian langsung ke uretra
l. Periksa kelenjar Bartholin untuk melihat apakah ada cairan dan nyeri. Memasukkan jari telunjuk ke dalam vagina di sisi bawah mulut vagina dan meraba dasar masing-masing labia majora. Dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari, mempalpasi setiap sisi untuk mencari apakah ada benjolan atau nyeri.
m. Minta ibu untuk mengejan ketika menahan labia dalam posisi terbuka. Periksa apakah terdapat benjolan pada dinding anterior atau posterior vagina
Pemeriksaan In spekulo
a. Pasang spekulum cocor bebek dan sesuaikan sehingga seluruh leher rahim dapat terlihat.
b. Spekulum cocor bebek difiksasi pada posisi terbuka sehingga pandangan di leher rahim dapat terjaga selama pemeriksaan.
c. Bersihkan lendir dan getah vagina apabila menghalangi pandangan ke leher rahim.
d. Periksa leher rahim apakah ada kecurigaan kanker leher rahim, atau terdapat servisitis, ektopion, tumor, ovula Naboti atau luka.
e. Lepaskan spekulum dan letakkan ke dalam wadah berisi larutan klorin 0.5%
Pemeriksaan bimanual:
a. Pemeriksa dalam posisi berdiri.
b. Tangan kiri diletakkan di atas abdomen. Kemudian masukkan jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan pemeriksa yang sudah diberi gel lubrikan ke dalam vagina.
c. Nilai dinding vagina. Apakah teraba masa, atau ada infiltrasi masa?
d. Nilai porsio: konsistensi, ukuran, besar, ektopi, adanya masa, adanya nyeri goyang porsio.
e. Nilai korpus uteri: konsistensi, ukuran, posisi (antefleksi/retrofleksi), adanya benjolan atau masa
f. Nilai adneksa: adanya nyeri tekan, masa/benjolan, tegang/kaku (pada penyakit radang panggul/PRP, perdarahan intraabdomen).
g. Nilai kavum Douglasi: menonjol atau tidak (adanya masa, cairan).
h. Kemudian, keluarkan jari tangan pemeriksa secara perlahan.
i. Bersihkan kembali area vulva dengan kasa kering atau yang diberi antiseptik.
j. Pemeriksaan colok dubur (rectal touché) dapat dilakukan pada pasien anak atau wanita yang belum menikah.
k. Setelah selesai melakukan pemeriksaan, lepas sarung tangan di dalam larutan klorin.
l. Minta pasien mengenakan kembali pakaian dalamnya dan komunikasikan temuan klinis yang didapatkan saat pemeriksaan.
m. Catat hasil pemeriksaan dalam rekam medis pasien dan jika diperlukan lakukan pemeriksaan penunjang atau rujukan.
n. Beritahukan pasien apabila diperlukan kunjungan selanjutnya. Analisis Hasil Pemeriksaan
Jika terdapat kelainan pada kulit atau mukosa, terdapat benjolan, perdarahan selain menstruasi atau nyeri saat pemeriksaan, hal ini menunjukkan adanya keadaan abnormalitas pada genitalia wanita.
Referensi
Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Pencegahan Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara.Jakarta:Depkes RI. 2007
- Asuhan Persalinan Normal Tingkat Keterampilan: 4A Jenis Keterampilan
a. Pemeriksaan obstetrik (penilaian serviks, dilatasi serviks/pembukaan serviks, selaput ketuban, presentasi janin dan penurunan kepala)
b. Menolong persalinan sesuai asuhan persalinan normal (APN)
c. Pemecahan selaput ketuban sesaat sebelum melahirkan
d. Anestesi lokal di perineum
e. Episiotomi
f. Postpartum: pemeriksaan tinggi fundus uteri, kelengkapan plasenta
g. Memperkirakan / mengukur kehilangan darah sesudah melahirkan
h. Menjahit luka episiotomi serta laserasi derajat 1 dan 2. Tujuan: menolong persalinan dengan cara lahir spontan Alat dan Bahan
a. Pasien: duk steril, partus set (beserta alat episiotomi), kasa, wadah, DTT/Klorin 0,5%
b. Penolong: apron, sarung tangan steril, lampu sorot
c. Bayi baru lahir: alat resusitasi, alat penghisap lendir, handuk atau kain bersih dan kering
d. Dopler untuk mendeteksi denyut jantung janin
e. Stetoskop
f. Tensimeter
g. Partogram
Langkah-langkah Asuhan Persalinan Normal (APN)
a. Identifikasi adanya tanda dan gejala persalinan kala dua.
-
Ibu mempunyai keinginan untuk meneran
-
Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan atau vaginanya
-
Perineum menonjol dan menipis
-
Vulva-vagina dan sfingter ani membuka
b. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial
-
Klem, gunting, benang tali pusat, penghisap lendir steril siap dalam wadahnya
-
Semua pakaian, handuk, selimut dan kain untuk bayi dalam kondisi bersih dan hangat
-
Timbangan, pita ukur, stetoskop bayi, dan termometer dalam kondisi baik dan bersih
-
Patahkan oksitosin 10 unit dan tempatkan spuit steril sekali pakai di dalam partus set/ wadah DTT
-
Untuk resusitasi: tempat datar, rata, bersih, kering dan hangat, 3 handuk atau kain bersih dan kering, alat penhisap lendir, lampus sorot 60 watt dengan jarak 60 cm di atas bayi.
-
Persiapan bilan terjadi kegawatdaruratan pada ibu: cairan kristaloid, set infus.
c. Gunakan apron, sepatu tertutup kedap air, tutup kepala, masker, kacamata.
d. Pastikan lengan dan jari tidak memakai perhiasan, mencuci tangan dengan sabun dan air bersih kemudian keringkan dengan handuk atau kain bersih.
e. Gunakan sarung tangan DTT /steril untuk pemeriksaan dalam.
f. Ambil alat suntik dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan oksitosin 10 unit dan letakkan kembali ke dalam wadah partus set.
g. Bersihkan vulva dan perineum dengan kapas yang dibasahi air DTT dengan gerakan dari arah vulva ke perineum.
h. Lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan serviks sudah lengkap.
i. Lakukan amniotomi bila selaput ketuban belum pecah, dengan syarat: kepala sudah masuk ke dalam panggul dan tali pusat tidak teraba.
j. Celupkan tangan yang bersarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, membuka sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya ke dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Mencuci kedua tangan setelahnya.
k. Periksa denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai (pastikan DJJ dalam keadaan batas normal 120-160 x/menit). Ambil tindakan yang sesuai bila DJJ tidak normal.
l. Beritahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik
m. Minta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran (pada saat ada his bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman, anjurkan ibu untuk minum cukup).
n. Lakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran.
-
Perbaiki cara meneran apabila caranya tidak sesuai
-
Nilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai.
o. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok, atau mengambil posisi yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
p. Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5- 6 cm.
q. Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong ibu.
r. Buka tutup partus set dan memperhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan.
s. Gunakan sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan.
t. Saat kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5-6 cm, lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain bersih dan kering, tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala. (Anjurkan ibu meneran sambil bernafas cepat dan dangkal)
Gambar 105. Posisi kepala bayi pada persalinan normal
u. Periksa adanya lilitan tali pusat pada leher janin. Lakukan tindakan yang sesuai bila hal tersebut terjadi.
-
Jika lilitan tali pusat di leher bayi masih longgar, selipkan tali pusat lewat kepala bayi
-
Jika lilitan terlalu ketat, klem tali pusat di dua titik lalu gunting di antaranya.
v. Tunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran paksi luar secara spontan.
w. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental. Anjurkan kepada ibu untuk meneran saat kontraksi.
Dengan lembut gerakan kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan kemudian gerakan ke atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.
x. Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah ke arah perineum ibu untuk menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang tangan dan siku sebelah atas.
y. Setelah tubuh dan lengan bayi lahir, lanjutkan penelusuran tangan yang berada di atas ke punggung ke arah bokong dan tungkai dan kaki bayi (pegang kedua mata kaki, masukan telunjuk diantara kedua kaki dan pegang masing-masing mata kaki dengan ibu jari dan jari0jari lainnya).
z. Lakukan penilaian selintas (30 detik): apakah kehamilan cukup bulan? apakah bayi menangis kuat dan atau bernafas tanpa kesulitan? Apakah bayi bergerak aktif?
aa. Bila tidak ada tanda asfiksia, lanjutkan manajemen bayi baru lahir normal. Keringkan dan posisikan tubuh bayi di atas perut ibu.
-
Keringkan bayi mulai dari bagian muka, kepala dan bagian tubuh lainnya (kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks).
-
Ganti handuk yang basah dengan yang kering.
-
Pastikan bayi dalam posisi mantap di atas perut ibu.
bb. Periksa kembali perut ibu untuk memastikan tidak ada bayi lain dalam uterus (hamil tunggal).
cc. Beritahu ibu bahwa penolong akan menyuntikkan oksitosin untuk membantu uterus berkontraksi dengan baik.
dd. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, berikan suntikan oksitosin 10 unit IM di sepertiga paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikan oksitosin).
ee. Jepit tali pusat menggunakan klem, 2 menit setelah bayi lahir, kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem ke arah ibu dan memasang klem kedua 2 cm dari klem pertama (ke arah ibu).
ff. Pegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari gunting dan memotong tali pusat di antara dua klem tersebut.
-
Ikat tali pusat dengan benang DTT/steril pada satu sisi kemudian lingkarkan kembali benang ke sisi berlawanan dan lakukan ikatan kedua menggunakan simpul kunci
-
Lepaskan klem dan masukkan ke dalam larutan klorin 0.5%
gg. Tempatkan bayi dalam posisi tengkurap di dada ibu, luruskan bahu bayi agar menempel dengan baik di dinding dada-perut ibu. Usahakan posisi bayi berada diantara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari putting payudara ibu.
hh. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan kering dan pasang topi pada kepala bayi.
ii. Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva.
jj. Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis dan tegangkan tali pusat dan klem dengan tangan yang lain.
kk. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah, sementara tangan yang lain menekan uterus dengan hati-hati ke arah dorsokranial.
Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta keluarga untuk menstimulasi puting susu.
Gambar 106. Melahirkan plasenta
ll. Lakukan penegangan tali pusat terkendali sambil menahan uterus ke arah dorsokranial hingga plasenta terlepas, lalu meminta ibu meneran sambil menarik plasenta dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir dengan tetap melakukan tekanan dorsokranial.
mm. Setelah plasenta tampak pada introitus vagina, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati dengan kedua tangan.
nn. Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri dengan cara mengusap fundus uteri secara sirkuler hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras).
oo. Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta untuk memastikan bahwa seluruh selaput ketuban lengkap dan utuh.
pp. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan aktif.
qq. Nilai ulang uterus dan memastikan kontraksi baik dan tidak terdapat perdarahan per vaginam.
rr. Mulai IMD dengan memberi cukup waktu untuk melakukan kontak kulit ibu-bayi (di dada ibu minimal 1 jam).
ss. Setelah IMD selesai:
-
Timbang dan ukur bayi
-
Beri bayi tetes mata antibiotika profilaksis
-
Suntik vitamin K1 1 mg di paha kiri anterolateral bayi
-
Pastikan suhu tubuh normal (36.5-37.5oC)
-
Berikan gelang pengenal pada bayi
-
Lakukan pemeriksaan adanya cacat bawaan dan tanda- tanda bahaya pada bayi
tt. Satu jam setelah pemberian vitamin K1, berikan suntikan imunisasi hepatitis B di paha kanan anterolateral bayi.
uu. Lanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah pendarahan per vaginam.
vv. Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi, mewaspadai tanda bahaya ibu, serta kapan harus memanggil bantuan medis
ww. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
xx. Periksa tekanan darah, nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.
yy. Periksa kembali kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan baik serta suhu tubuh normal (tunda proses memandikan hingga 24 jam setelah suhu stabil).
zz. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah didekontaminasi.
aaa. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
bbb. Bersihkan ibu dengan menggunakan air DDT. Bersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian bersih dan kering.
ccc. Pastikan ibu merasa nyaman dan beritahu keluarga untuk membantu apabila ibu ingin minum.
ddd. Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5%.
eee. Bersihkan sarung tangan di dalam larutan klorin 0,5%, lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan rendam dalam larutan klorin 0,5%.
fff. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir. ggg. Lengkapi partograf.
Episiotomi
a. Siapkan alat dan bahan.
b. Lakukan anestesi infiltrasi pada daerah perineum dengan larutan lidokain 1%-2% atau larutan xilokain 1%-2%.
c. Pemeriksa meletakkan dua jari di antara perineum dan kepala bayi.
d.
Kemudian lakukan pengguntingan dimulai dari bagian belakang interoseus vagina menuju ke arah belakang dan samping. Arah insisi ini dapat dilakukan ke arah kanan maupun kiri, tergantung kebiasaan pemeriksa. Panjang insisi kira-kira 4 cm.
Gambar 107. Episiotomi Penjahitan luka episiotomi
(lihat pada bagian robekan perineum) Robekan perineum derajat 1
Robekan tingkat I mengenai mukosa vagina dan jaringan ikat, tidak perlu dilakukan penjahitan.
Penjahitan robekan perineum derajat 2
a. Siapkan alat dan bahan.
b. Pastikan pasien tidak memiliki alergi terhadap lignokain atau obat-obatan sejenis
c. Suntikan 10 ml lignokain 0.5% di bawah mukosa vagina, di bawah kulit perineum dan pada otot-otot perineum. Masukan jarum pada ujung laserasi dorong masuk sepanjang luka mengikuti garis tempat jarum jahitnya akan masuk atau keluar.
d. Tunggu 2 menit. Kemudian area dengan forsep hingga painesien tidak merasakan nyeri.
e. Jahit mukosa vagina secara jelujur dengan benang 2-0, lihat ke dalam luka untuk mengetahui letak ototnya. (penting untuk menjahit otot ke otot agar tidak ada rongga di dalamnya.)
f. Carilah lapisan subkutis persis dibawah lapisan kulit, lanjutkan dengan jahitan subkutikuler kembali keatas vagina, akhiri dengan simpul mati pada bagian dalam vagina.
g. Potong kedua ujung benang dan hanya sisakan masing-masing 1 cm.
h. Jika robekan cukup luas dan dalam, lakukan colok dubur dan pastikan tidak ada bagian rektum terjahit.
- Penilaian Post Partum Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan: Melakukan penilaian perubahan anatomis post partum Alat dan Bahan: -
Teknik Pemeriksaan
a. Jelaskan jenis dan prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan.
b. Cuci tangan sebelum pemeriksaan.
c. Minta pasien berbaring di meja pemeriksa.
d. Lakukan palpasi untuk menilai fundus uteri.
e. Palpasi uterus, pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan per vaginam. Lakukan palpasi pada:
-
2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca salin
-
Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca salin
-
Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca salin
-
Lakukan asuhan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri jika uterus tidak berkontraksi dengan baik
f. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah
g. Periksa tekanan darah, nadi dan keadaan kandung kemih ibu setiap 15 menit selama 1 jam pertama pasca salin dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca salin.
h. Periksa temperatur ibu setiap jam selama dua jam pertama pasca salin dan lakukan tindakan yang sesuai untuk temuan tidak normal.
i. Tanyakan kepada ibu mengenai cairan nifas: jumlah, warna, bau.
j. Deteksi dan mengobati kelainan payudara yang dapat menghambat produksi ASI. Nilai adanya:
-
Puting yang terbenam
-
Puting lecet
-
Mastitis
k. Informasikan kelainan yang ditemukan kepada pasien dan cara mengatasinya.
Analisis Hasil Pemeriksaan
Beberapa perubahan anatomis pasien post partum yang perlu dinilai antara lain
a. Fundus uteri
Setelah melahirkan, setiap hari fundus uteri akan teraba semakin mengecil sampai dengan kembali ke dalam rongga pelvis.
Gambar 108. Tinggi fundus pasca persalinan
b. Lochia
Lochia merupakan istilah untuk cairan yang keluar dari uterus selama masa nifas. Jenis lochia:
-
Lochia rubra: berwarna merah karena mengandung darah dan jaringan desidua. Berlangsung sesaat setelah proses melahirkan dan berlanjut sampai dengan dua sampai tiga hari post partum.
-
Lochia serosa: berwarna pink atau lebih pucat dibandingkan lochia rubra. Lochia ini mengandung cairan serosa, jaringan desidual, leukosit dan eritrosit. Merupakan transisi dari lochia rubra ke lochia alba.
-
Lochia alba: berwarna krim putih dan mengandung leukosit dan sel-sel desidual. Mulai pada hari ke sepuluh post partum dan berlangsung sampai dengan dua sampai empat minggu post partum.
c. Payudara
Pasca persalinan aktifitas prolaktin meningkat dan mempengaruhi kelenjar mamae untuk menghasilkan air susu, sementara oksitosin menyebabkan kontraksi mammae yang membantu pengeluaran air susu. Beberapa kelainan pada payudara yang dapat menghambat prosuksi ASI antara lain:
- Puting terbenam
Puting yang terbenam setelah kelahiran dapat dicoba ditarik dengan menggunakan nipple puller beberapa saat sebelum bayi disusui.
- Puting lecet
Puting lecet biasanya terjadi karena perlekatan ibu-bayi saat menyusui tidak benar. Periksa apakah perlekatan ibu- bayi salah. Periksa juga kemungkinan infeksi Candida yang ditandai dengan kulit merah, berkilat dan terasa sakit. Pasien dapat terus menyusui apabila luka tidak begitu sakit, bila sangat sakit ASI dapat diperah. Olesi puting dengan ASI dan biarkan kering serta jangan mencuci daerah puting dan areola dengan sabun.
- Mastitis
Mastitis adalah peradangan payudara yang terjadi pada masa nifas atau sampai dengan 3 minggu pasca- persalinan. Disebabkan oleh sumbatan saluran susu dan pengeluaran Asi yang kurang sempurna. Tindakan yang dapat dilakukan adalah:
a) Kompres hangat
b) Masase pada payudara untuk merangsang pengeluaran oksitosin agar ASI dapat menetes keluar.
c) Pemberian antibiotika.
d) Istirahat dan pemberian obat penghilang nyeri bila perlu.
Referensi
a. Kementerian Kesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2013.
b. Varney H, Kriebs JM, Gegor CL. Varney’s midwifery. 4th ed.
USA: Jones and Bartlett Publishers. 2004. P1041-1043.
c. Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Ed 4. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2008. P379-380.
- Perawatan Luka Post Partum Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan: Melakukan perawatan luka post partum Alat dan Bahan
a. Sarung tangan
b. Kassa steril
c. Gunting Teknik Tindakan
a. Bersihkan daerah vulva dari depan ke belakang setelah buang air kecil atau besar dengan sabun dan air
b. Ganti pembalut dua kali sehari
c. Gunakan pakaian/kain yang kering. Segera ganti apabila basah.
d. Cuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelamin
e. Hindari menyentuh daerah luka episiotomi atau laserasi.
f. Jika terdapat pus/cairan maka luka mengalami infeksi, buka luka, drain, Angkat kulit nekrotik, jahitan subkutis dan lakukan debridement. Lakukan jahitan situasi
g. Abses tanpa selulitis berarti infeksi bersifat superfisial, tidak perlu antibiotik per oral. Jika abses dengan selulitis berikan antibiotik peroral: Ampisilin 4 x 500 mg ditambah metronidazol 3 x 500 mg selama 5 hari.
h. Kompres luka dan ajarkan pasien
i. Jaga kebersihan ibu
Referensi
a. Kementerian Kesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2013.
b. Indarti J, Kayika, Ocviyanti D, Kemal A. Buku ajar Obstetri dan Ginekologi. Keterampilan Klinis Dasar. Bina Pustaka. Jakarta. 2014.
- Kompresi Bimanual Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan: Melakukan kompresi bimanual Alat dan Bahan
Sarung tangan steril Teknik Pemeriksaan Kompresi Bimanual Interna
a. Berikan dukungan emosional.
b. Lakukan tindakan pencegahan infeksi.
c. Kosongkan kandung kemih.
d. Pastikan plasenta lahir lengkap.
e. Pastikan perdarahan karena atonia uteri.
f. Segera lakukan kompresi bimanual internal selama 5 menit.
g. Masukkan tangan dalam posisi obstetri ke dalam lumen vagina, ubah menjadi kepalan, dan letakan dataran punggung jari telunjuk hingga jari kelingking pada forniks anterior dan dorong segmen bawah uterus ke kranio-anterior.
h. Upayakan tangan bagian luar mencakup bagian belakang korpus uteri sebanyak mungkin.
i. Lakukan kompresi uterus dengan mendekatkan kepalan tangan dalam dan tangan luar sedekat mungkin.
j. Tetap berikan tekanan sampai perdarahan berhenti dan uterus kembali berkontraksi.
k. Jika uterus sudah mulai berkontraksi, pertahankan posisi tersebut hingga uterus berkontraksi dengan baik. Dan secara perlahan lepaskan kedua tangan, lanjutkan pemantauan secara ketat.
l. Jika uterus tidak berkontraksi setelah 5 menit, lakukan kompresi bimanual eksternal oleh asisten/ anggota keluarga.
m. Teka dinding belakang uterus dan korpus uteri diantara genggaman ibu jari dan keempat jari lain, serta dinding depan uterus dengan kepalan tangan yang lain.
n. Sementara itu:
-
Berikan ergometrin 0.2 mg IV
-
Infus 20 unit oksitosin dalam 1 L NaCl/ Ringer laktat IV 60 tetes/menit dan metil ergometrin 0,4 mg.
Gambar 109. Posisi tangan saat kompresi bimanual Referensi
a. Kementerian Kesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2013.
b. Varney H, Kriebs JM, Gegor CL. Varney’s midwifery. 4th ed.
USA: Jones and Bartlett Publishers. 2004. P1273-1274.
- Inisiasi Menyusui Dini (Imd) Tingkat Keterampilan: 4A Tujuan
a. Membantu stabilisasi pernapasan
b. Mengendalikan suhu tubuh bayi lebih baik dibandingkan dengan inkubator
c. Menjaga kolonisasi kuman yang aman untuk bayi
d. Mencegah infeksi nosokomial
e. Kadar bilirubin bayi lebih cepat normal karena pengeluaran mekonium lebih cepat sehingga dapa menurunkan insiden ikterus bayi baru lahir
f. Kontak kulit ibu dengan kulit bayi membuat bayi lebih tenang sehingga didapat pola tidur yang lebih baik
Langkah Inisiasi Dini
a. Mulai IMD dengan memberi cukup waktu untuk melakukan kontak kulit ibu-bayi (di dada ibu minimal 1 jam).
b. Biarkan bati mencari dan menemukan puting dan mulai menyusu.
c. Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu dini dalam waktu 60-90 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung pada menit 45-60, dan berlangsung 10-20 menit. Bayi cukup menyusu dari satu payudara.
d. Tunda semua asuhan bayi baru lahir normal lainnya dan biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah berhasil menyusu.
e. Bila bayi harus dipindah dari kamar bersalin sebelum 1 jam, usahakan ibu dan bayi dipindah bersama-sama dengan mempertahankan kontak kulit ibu-bayi.
f. Jika bayi belum menemukan putting ibu-IMD dalam waktu 1 jam, posisikan bayi lebih dekat dengan putting ibu dan biarkan kontak kulit dengan kulit selama 30-60 menit berikutnya.
g. Jika bayi masih belum melakukan IMD dalam waktu 2 jam, pindahkan ibu ke ruang pemulihan dengan bayi tetap berada di dada ibu. Lanjutkan asuhan neonatal esensial lainnya (menimbang, pemberian vitamin K, salep mata) dan kemudian kembalikan bayi kepada ibunya untuk menyusu.
h. Kenakan pakaian pada bayi atau tetap selimuti untuk menjaga kehangatannya.
Referensi
Kementerian Kesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2013.
- Pemeriksaan Payudara Dan Konseling Sadari Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan: Pemeriksaan Clinical Breast Examination (CBE) atau pemeriksaan payudara dilakukan untuk deteksi dan identifikasi dini kanker payudara. Untuk perempuan yang mendapatkan kelainan
pada saat SADARI dianjurkan dilaksanakan CBE sehingga dapat lebih dipastikan apakah ada kemungkinan keganasan.
Alat dan Bahan: -
Konseling
a. Menyapa, memperkenalkan diri, memastikan privasi klien
b. Menanyakan informasi data klien
c. Menanyakan tujuan kunjungan dan menjawab pertanyaan.
d. Memberikan informasi umum tentang pencegahan kanker dengan deteksi lebih dini
e. Memberikan informasi tentang pemeriksaan payudara akan dilakukan dan menjelaskan bagaimana cara pemeriksaan payudara dan temuan yang mungkin.
Konseling pasca pemeriksaan payudara (jika pada payudara ditemukan kelainan)
a. Memberitahukan hasil pemeriksaan payudara
b. Memberikan informasi mengenai pemeriksaan lanjutan yang diperlukan untuk memastikan kelainan yang ditemukan di rumah sakit rujukan.
c. Membuat dan memberikan surat rujukan.
Teknik Pemeriksaan
a. Pada saat melakukan pemeriksaan harus diingat untuk selalu mengajarkan cara melakukan SADARI.
b. Lihat payudara dan perhatikan:
-
Kedua payudara dan puting, nilai melihat apakah ada perubahan dalam bentuk dan ukuran, bintik-bintik pada kulit, kulit cekung, puting atau kulit berlipat, dan keluarnya cairan dari puting.
-
Kedua payudara dan ketiak, nilai apakah terdapat kista atau massa yang menebal dan berisi cairan (tumor)
Gambar 110. Kiri- Tampilan Payudara (tangan di sisi tubuh) Kanan- Kerutan Lekukan Pada Payudara
Periksa pula apakah terjadi pembengkakan, suhu tubuh yang meningkat atau rasa nyeri pada salah satu atau kedua payudara.
c. Untuk mempermudah pemeriksaan, dapat menggunakan minyak kelapa, baby oil dan lotion
d. Lihat puting payudara dan perhatikan ukuran, bentuk dan arahnya. Periksa apakah ada ruam atau luka dan keluar cairan dari puting payudara.
e. Minta ibu mengangkat kedua tangannya ke atas kepala kemudian menekan kedua tangan di pinggang untuk mengencangkan otot dadanya (m.pectoral/otot pektoralis). Pada setiap posisi, periksa ukuran, bentuk dan simetri, lekukan puting atau kulit payudara dan lihat apakah ada kelainan. (Kedua posisi tersebut juga dapat terlihat jeruk atau lekukan pada kulit jika ada.)
f. Kemudian minta klien untuk membungkukkan badannya ke depan untuk melihat apakah kedua payudara tergantung secara seimbang.
Gambar 111. Tampilan Payudara (kiri ke kanan): Lengan ke Atas,
Tangan di Pinggang, Membungkuk
g. Minta ibu berbaring di atas meja pemeriksaan
h. Letakkan bantal di bawah pundak kiri ibu. Letakkan lengan kiri ibu di atas kepalanya.
i. Lihat payudara sebelah kiri dan memeriksa apakah ada peebedaan dengan payudara sebelah kanan. Periksa apakah ada lekukan atau kerutan pada kulit payudara.
j. Gunakan telapak jari-jari telunjuk, tengah, manis. Palpasi dengan menekan kuat jaringan ikat seluruh payudara, dimulai dari sisi atas paling luar menggunakan teknik spiral kemudian secara bertahap pindahkan jari-jari Anda menuju areola.
Lanjutkan sampai semua bagian selesai diperiksa. Perhatikan apakah terdapat benjolan atau nyeri (tenderness).
Gambar 112. Teknik spiral untuk pemeriksaan payudara
k. Gunakan ibu jari dan jari telunjuk untuk menekan puting payudara. Perhatikan apakah keluar cairan bening, keruh atau berdarah dari puting. Cairan keruh atau berdarah yang keluar dari puting harus ditulis dalam catatan ibu.
Gambar 113. Memeriksa Cairan Puting (Payudara Kiri)
l. Ulangi langkah-langkah tersebut di atas untuk payudara sebelah kanan. Jika ada keraguan, ulangi tindakan ini dengan posisi ibu duduk dan kedua lengan berada di samping tubuh.
m. Minta ibu untuk duduk dan angkat kedua lengan setinggi bahu. Palpasi pangkal payudara dengan menekan di sepanjang sisi luar otot pektoral kiri sambil secara bertahap menggerakkan jari-jari ke arah aksila. Periksa apakah terjadi pembesaran kelenjar getah bening atau rasa nyeri.
Gambar 114. Memeriksa Pangkal Payudara (Payudara Kiri)
n. Ulangi langkah tersebut untuk payudara sebelah kanan.
o. Setelah selesai persilahkan ibu mengenakan kembali pakaian bagian atasnya sambil pemeriksa mencuci tangan dengan air dan sabun dan mengeringkannya.
p. Jelaskan temuan kelainan jika ada, dan hal yang perlu dilakukan. Jika pemeriksaan sepenuhnya normal, katakan bahwa semua normal dan sampaikan waktu melakukan pemeriksaan kembali, yaitu setiap tahun atau jika ibu menemukan adanya perubahan pada pemeriksaan payudara sendiri.
q. Tunjukkan kepada ibu cara melakukan pemeriksaan payudara sendiri (lihat gambar 115).
Gambar 115. Atas- Pemeriksaan Payudara dengan Berbaring Bawah- Pemeriksaan Payudara dengan Berdiri
Analisis Hasil Pemeriksaan
Jika terdapat perubahan warna kulit, retraksi kulit, dan benjolan, menunjukkan adanya keadaan abnormalitas pada payudara.
Istilah-istilah yang Digunakan untuk Menggambarkan Temuan Daftar istilah-istilah khusus yang digunakan untuk menggam- barkan temuan dapat dilihat di bawah ini. Pada saat mencatat temuan, gunakan sebanyak mungkin istilah-istilah berikut, sehingga catatan ibu memiliki data yang cukup lengkap.
Bentuk Apakah terdapat perbedaan bentuk payudara?
Kulit Seperti apa tampak kulitnya? Apakah halus, berkerut atau berlesung?
Cairan Putting
Massa atau Benjolan
Apakah ada cairan abnormal yang keluar dari puting? Cairan dijelaskan berdasarkan warna, kekentalan, bau, dan banyaknya.
Sekelompok sel yang saling menempel. Dapat diakibatkan oleh abses, kista, tumor jinak, atau ganas.
Ukuran Berapa besar (cm) massa-nya? Jika massa bulat, berapa diameternya?
Konsistensi Seperti apa massa atau benjolan tersebut? Apakah keras, lunak, berisi cairan, atau mengeras?
Mobilitas Saat dipalpasi, apakah massa tersebut dapat bergerak atau tetap di tempat? Mobilitas biasanya menggunakan istilah seperti tetap (tidak bergerak saat dipalpasi), bergerak bebas (bergerak saat palpasi) dan bergerak terbatas (beberapa gerakan saat dipalpasi).
Beberapa perbedaan dalam ukuran payudara bersifat normal, ketidakberaturan atau perbedaan ukuran dan bentuk dapat mengindikasikan adanya massa. Pembengkakan, kehangatan, atau nyeri yang meningkat pada salah satu atau kedua payudara dapat berarti adanya infeksi, khususnya jika si perempuan tersebut sedang menyusui.
Keluarnya cairan keruh dari salah satu atau kedua payudara dianggap normal sampai selama 1 tahun setelah melahirkan atau berhenti menyusui, hal tersebut jarang disebabkan karena kanker, infeksi, tumor, atau kista jinak.
Referensi
a. Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates’ Guide to Physical Examination and History Taking, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. China. 2009. P 313.
b. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Pencegahan Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara.Jakarta:Depkes RI. 2007
- Pemeriksaan Genitalia Pria Tingkat Keterampilan: 4A Tujuan
a. Inspeksi penis, inspeksi skrotum,
b. Palpasi penis, testis, duktus spermatikus, epididimis
c. Transluminasi skrotum Alat dan Bahan
a. Ruang pemeriksaan
b. Sarung tangan Teknik Pemeriksaan
a. Jelaskan kepada pasien tujuan dan prosedur pemeriksaan
b. Dokter ditemani oleh asisten dalam melakukan pemeriksaan
c. Kondisikan ruang pemeriksaan yang nyaman
d. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan
e. Bebaskan alat genital untuk pemeriksaan Penis
a. Lakukan inspeksi pada penis, nilai kulit di sekitar penis apakah terdapat ekskoriasi atau inflamasi.
b. Preputium
c. Tarik preputium ke belakang atau minta pasien yang melakukan, perhatikan apakah terdapat karsinoma, smegma, atau kotoran di bawah lipatan kulit, dan gland, perhatikan apakah terdapat ulserasi, skar, nodul, atau tanda-tanda inflamasi.
d. Nilai posisi dari meatus uretra.
e. Tekan glans penis menggunakan ibu jari dan telunjuk, untuk menilai apakah terdapat discharge. Jika terdapat discharge, namun pasien mengeluhkan terdapat discharge, maka lakukan
pemijatan penis dari pangkal hingga glans untuk mengeluarkan
discharge. Sediakan tabung untuk kultur discharge.
Gambar 116. Pemeriksaan discharge
f. Lakukan palpasi pada penis, nilai apakah terdapat benjolan atau indurasi.
g. Kembalikan preputium ke posisi semula sebelum melakukan pemeriksaan lainnya.
Skrotum
a. Lakukan inspeksi, nilai kulit dan kontur dari skrotum. Angkat skrotum untuk menilai permukaan posterior skrotum, perhatikan apakah ada benjolan atau pelebaran pembuluh darah vena.
b. Palpasi testis dan epididimitis menggunakan ibu jari, telunjuk, dan jari tengah. Nilai ukuran, bentuk, konsistensi, dan perhatikan apakah terdapat nodul.
c. Palpasi korda spermatikus, menggunakan ibu jari jari-jari dari belakang epididymis ke cincin inguinal superfisial. Perhatikan apakah ada nodul atau pembengkakan.
d. Untuk menilai pembesaran skrotum di luar testis, dapat dilakukan pemeriksaan transluminasi. Di dalam ruang pemeriksaan yang gelap, arahkan sinar senter dari belakang skrotum, jika terdapat cairan, maka akan tampak bayangan merah dari transmisi sinar melewati cairan.
Analisis Hasil Pemeriksaan
a. Jika preputium tidak dapat ditarik ke belakang, disebut fimosis, dan jika setelah dapat ditarik tidak dapat dikembalikan, disebut parafimosis.
b. Terdapatnya inflamasi pada gland, disebut balanitis, inflamasi pada gland dan preputium, disebut balanopostitis.
c. Adanya ekskoriasi di sekitar pubis dan genital, dicurigai adanya skabies.
d. Jika posisi meatus uretra berada di bagian ventral penis, disebut hipospadi.
e. Terdapatnya secret berwarna kuning keruh dicurigai ke arah urethritis gonokokus, secret bening dicurigai ke arah urethritis non gonokokus, pemeriksaan pastinya menggunakan kultur.
f. Terdapatnya indurasi sepanjang permukaan ventral penis, mengarah pada striktur uretera atau kemungkinan keganasan. Adanya nyeri di daerah indurasi, kemungkinan terdapatnya inflamasi periuretral akibat striktur uretra.
g. Adanya salah satu skrotum yang tidak berkembang, dicurigai adanya kriptodisme.
h. Pembengkakan skrotum dapat terjadi pada hernia, hidrokel, dan edema skrotum. nyeri dan bengkak dapat terjadi pada akut epididymitis, akut orkhitis, torsio korda spermatikus, atau adanya hernia strangulata.
i. Adanya nodul yang tidak nyeri pada skrotum, dicurigai ke arah kanker testikular.
Referensi
Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates’ Guide to Physical Examination and History Taking, 10th edition. Lippincott Williams & Wilkins, China, 2009.
- Insisi Abses Bartholini Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan: Melakukan insisi abses bartolini Alat dan Bahan
a. Meja periksa ginekologi
b. Sarung tangan steril
c. Lidocain 2% ampul
d. Blade no.11
e. Hemostats kecil
f. Kassa steril
g. Spuit 3 cc
h. Cairan NaCl 0.9%
i. Cairan antiseptik
j. Benang vicryl 4-0
k. Duk steril
l. Word Catheter
Gambar 117. Word catheter
Teknik Tindakan
a. Lakukan pemeriksaan pada kista, untuk menemukan bagian yang sangat lunak untuk dilakukan sayatan.
b. Jika tidak ditemukan, dilakukan pemberian antibiotik dan pasien diminta untuk periksa kembali 1 minggu kemudian. Jika ditemukan, dilakukan insisi abses bartholini:
-
Siapkan alat dan bahan.
-
Jelaskan kepada pasien jenis, prosedur tindakan, indikasi, kontraindikasi dan komplikasi yang dapat terjadi.
-
Cuci tangan dengan sabun.
-
Persiapkan pasien. Pasien berbaring di meja periksa dengan posisi dorsal litotomi.
-
Buka dan pisahkan kedua labia dengan lebar.
-
Lakukan aseptik dan antiseptik daerah kulit dan mukosa vulva dan vagina.
-
Lakukan anestesi infiltrasi di bawah mukosa labia minora dengan lidokain 1% 2-3 ml.
-
Pada abses yang besar, dapat dilakukan pungsi abses sebelum dilakukan insisi untuk mengurangi tekanan yang tinggi saat insisi.
-
Buat insisi pada daerah vestibular melewati area fluktuasi.
-
Gunakan blade no.11 untuk membuat insisi sepanjang 0,5-
1 cm pada permukaan mukosa labia minora dimana
terdapat abses. Sedapat mungkin insisi berada pada daerah mukosa di bagian dalam ring himen.
-
Masukkan kateter ke dalam lubang insisi. Besar insisi harus sedikit lebih besar dari besar kateter, sedangkan pada insisi dan drainase standar, buat insisi yang lebih besar.
-
Isi balon kateter dengan 3 cc air steril dan lepaskan jarum dari dasar kateter. Pastikan pengisian balon tidak terlalu berlebihan karena dapat menyebabkan tekanan yang tinggi pada jaringan di sekitar kista dan rasa tidak nyaman pada pasien setelah efek anastesi habis.
-
Pertahankan kateter selama 3 minggu.
-
Informasikan kepada pasien bahwa setelah kateter dilepaskan maka akan terbentuk lubang permanen pada tempat pemasangan kateter.
Referensi
a. Shlamovitz GZ. Bartholin Abscess Drainage [Internet]. 2013 Dec 5th [cited 2014 April 14]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/80260-overview#a16
b. Tuggy M, Garcia J. Atlas of essential procedures. Philadelphia: Elsevier Saunders. 2011. p97-100.
- Konseling Kontrasepsi Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan: Melakukan konseling pada klien yang ingin menggunakan kontrasepsi
Konseling kontrasepsi pil
a. Memberi salam dan memperkenalkan diri
b. Menanyakan kapan hari pertama haid terakhir
c. Menanyakan apakah klien menyusui kurang dari 6 minggu pascapersalinan
d. Menanyakan apakah klien pernah mengalami perdarahan/perdarahan bercak antara haid atau setelah sanggama.
e. Menanyakan apakah klien pernah ikterus pada kulit atau mata.
f. Menanyakan apakah klien pernah nyeri kepala hebat atau gangguan visual.
g. Menanyakan apakah klien pernah nyeri hebat pada betis, paha atau dada, atau tungkai bengkak (edema).
h. Menanyakan apakah klien pernah tekanan darah di atas 160 mmHg (sistolik) atau 90 mmHg (diastolik).
i. Menanyakan apakah klien memiliki massa atau benjolan pada payudara.
j. Menanyakan apakah klien sedang minum obat-obatan anti kejang (epilepsi).
k. Memberikan informasi umum tentang kontrasepsi dan jenis- jenisnya
l. Memberikan informasi tentang indikasi, kontraindikasi, efek samping dan hal yang perlu diperhatikan tentang kontrasepsi pil.
Konseling pra-penanganan spiral
a. Memberi salam dan memperkenalkan diri
b. Menanyakan kapan hari pertama haid terakhir
c. Menanyakan apakah klien memiliki pasangan seks lain
d. Menanyakan apakah klien pernah infeksi menular seksual
e. Menanyakan apakah klien pernah mengalami penyakit radang panggul atau kehamilan ektopik.
f. Menanyakan apakah klien pernah mengalami haid dalam jumlah banyak (lebih dari 1-2 pembalut tiap 4 jam).
g. Menanyakan apakah klien pernah mengalami haid lama (lebih dari 8 hari).
h. Menanyakan apakah klien pernah mengalami dismenorea berat yang membutuhkan analgetika dan/atau istirahat baring.
i. Menanyakan apakah klien pernah mengalami perdarahan/perdarahan bercak antara haid atau setelah sanggama
j. Menanyakan klien apakah pernah mengalami gejala penyakit jantung valvular atau kongenital.
k. Memberikan informasi tentang indikasi, kontraindikasi, efek samping dan hal yang perlu diperhatikan tentang kontrasepsi spiral.
Konseling kontrasepsi metode amenorea laktasi
a. Memberi salam dan memperkenalkan diri.
b. Menanyakan tujuan berkontrasepsi dan bertanya apakah ibu sudah memikirkan pilihan metode kontrasepsi tertentu.
c. Menanyakan status kesehatan ibu dan kondisi medis yang dimiliki ibu.
d. Jelaskan informasi yang lengkap dan jelas tentang metode amenorea laktasi:
-
Mekanisme
-
Efektivitas
-
Keuntungan khusus bagi kesehatan
e. Bantu ibu memilih kontrasepsi yang paling aman dan sesuai kondisi ibu dan memberi kesempatan pada ibu untuk mempertimbangkan pilihannya.
f. Jelaskan mengenai:
-
Waktu, tempat, tenaga, dan pola menyusui yang benar.
-
Lokasi klinik Keluarga Berencana (KB)/ tempat pelayanan untuk kunjungan ulang bila diperlukan.
g. Rujuk ibu ke fasilitas pelayanan kontrasepsi yang lebih lengkap apabila tidak dapat memenuhi keinginan ibu.
Referensi
Biran A, George A, Rusdianto E, Harni K. Buku panduan praktis pelayanan kontrasepsi. Edisi 3. Jakarta: 2011.
- Pemasangan Kontrasepsi
a. Injeksi Kontrasepsi Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan: Melakukan tindakan kontrasepsi injeksi Alat dan Bahan
-
Meja periksa ginekologi
-
Sarung tangan steril
-
Alkohol swab
-
Spuit disposable
-
Kontrasepsi injeksi (ampul/vial)
Teknik Pemeriksaan
a. Persiapkan alat dan bahan. Periksa tanggal kadaluarsa obat suntik.
b. Jelaskan jenis dan prosedur tindakan yang akan dilakukan.
c. Minta pasien berbaring di meja periksa dengan posisi sesuai kebutuhan.
d. Lakukan cuci tangan menggunakan sabun dan bilas dengan air mengalir. Keringkan dengan handuk atau dianginkan.
e. Buka segel atau patahkan ampul obat.
f. Buka kemasan spuit disposable secara steril.
g. Gunakan sarung tangan.
h. Kencangkan jarum suntik pada spuitnya.
i. Masukkan obat kontrasepsi ke dalam spuit melalui penutup karet atau lubang ampul dengan posisi dibalik.
j. Keluarkan udara yang ada di dalam spuit.
k. Lakukan desinfeksi lokasi penyuntikan dengan swab alkohol.
l. Tentukan lokasi penyuntikan dengan menempatkan telapak tangan pada trochanter mayor femur dan telunjuk pada antero-superior spina iliaka pelvis.
m. Lebarkan jari tengah ke arah posterior sepanjang krista iliaka.
n. Daerah ‘V’ yang terbentuk antara jari telunjuk dan jari
tengah merupakan lokasi penyuntikan.
o. Lakukan penyuntikan secara intra muscular dengan arah tusukan 90o terhadap permukaan kulit.
p. Lakukan aspirasi untuk memeriksa ketepatan lokasi penyuntikan.
q. Bila tidak ada darah yang keluar, suntikan obat kontrasepsi hingga habis dan angkat jarum.
r. Tekan bekas lokasi penyuntikan dengan swab namun jangan digosok.
s. Buang sisa alat ke dalam tempat yang sudah ditentukan.
t. Cuci tangan setelah tindakan.
u. Komunikasikan kapan pasien harus kembali untuk mendapatkan suntikan berikutnya.
Spina iliaka anterior superior (SIAS)
Lokasi injeksi Krista iliaka
Trochanter mayor femur
Gambar 118. Lokasi penyuntikan
Referensi
Biran A, George A, Rusdianto E, Harni K. Buku panduan praktis pelayanan kontrasepsi. Edisi 3. Jakarta: 2011.
b. Insersi dan Ekstraksi IUD Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan: Melakukan insersi dan ekstraksi IUD Alat dan Bahan
-
Meja periksa ginekologi
-
Sarung tangan non-steril
-
Sarung tangan steril
-
Kassa
-
Cairan antiseptik
6) Ring forceps
-
Spekulum
-
Tenakulum
-
Kontrasepsi IUD
Gambar 119. IUD Copper T
Teknik Pemasangan Insersi IUD
-
Persiapkan alat dan bahan. Pastikan alat IUD tersegel sempurna dan perhatikan tanggal kadaluarsa alat.
-
Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan. Informasikan bahwa pemeriksaan yang akan dilakukan tidak menyebabkan nyeri namun pasien mungkin akan merasa tidak nyaman.
-
Minta pasien melepaskan celana dan berbaring di meja periksa dengan posisi litotomi.
-
Pemeriksa mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan.
-
Lakukan pemeriksaan bimanual untuk mengetahui posisi uterus.
-
Lepas sarung tangan.
-
Buka pembungkus IUD sampai dengan setengahnya dan lipat kebelakang.
-
Masukkan pendorong kedalam tabing inserter.
-
Letakkan kemasan IUD di atas permukaan yang datar, keras dan bersih.
-
Dengan teknik steril, lipat IUD dan masukkan ke dalam tabung inserter.
Gambar 120. Persiapan alat IUD
-
Pakai sarung tangan yang baru.
-
Lakukan asepsis dan antisepsis vulva.
-
Pasang spekulum vagina.
-
Bersihkan vagina dan serviks dengan cairan antiseptik.
-
Jepit serviks dengan tenakulum secara hati-hati. Lokasi penjepitan adalah pada arah jam 10 - 12
-
Ukur panjang uterus dengan menggunakan sonde uterus secara hati-hari ke dalam rongga uterus tanpa menyentuh dinding vagina maupun bibir spekulum.
-
Tarik tenakulum agar vagina dan uterus searah.
-
Keluarkan sonde, ukur kedalaman uterus di kertas pengukur.
-
Sesuaikan panjang uterus pada tabung insersi IUD dengan menggeser leher biru pada tabung inserter. Panjang uterus wanita antara 6-9 cm.
-
Keluarkan inserter dari kemasannya.
-
Masukkan tabung inserter secara hati-hati kedalam uterus sampai leher biru menyentuh serviks atau sampai dirasakan adanya tahanan.
-
Setelah pipa insersi mencapai fundus uteri, lepaskan IUD dengan menggunakan inserter.
Gambar 121. Insersi IUD
-
Keluarkan pipa bersama inserter secara perlahan agar letak IUD dalam uterus tidak berubah.
-
Setelah pipa keluar dari serviks, potong sisa benang sepanjang 2-3 cm dari ostium serviks.
-
Lepaskan tenakulum. Periksa serviks atau adanya perdarahan di tempat jepitan tenakulum. Bila ada, tekan dengan kasa selama 30-60 menit.
-
Keluarkan spekulum dengan hati-hati.
-
Letakkan alat yang telah digunakan pada tempatnya dan lepas sarung tangan.
-
Minta pasien kembali mengenakan pakaiannya.
-
Informasikan kepada pasien bahwa tindakan telah selesai. Ekstraksi IUD
-
Persiapkan alat dan bahan.
-
Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan.
-
Minta pasien berbaring di meja periksa dengan posisi litotomi.
-
Cuci tangan dan gunakan sarung tangan.
-
Asepsis dan antisepsis daerah vulva dan sekitarnya.
-
Pasang spekulum.
-
Periksa apakah benang IUD terlihat di dalam vagina.
-
Setelah benang terlihat, jepit benang dengan menggunakan
ring forceps.
-
Dengan perlahan tarik keluar IUD.
-
Setelah IUD keluar dari vagina, lepas spekulum. Analisis Hasil Pemeriksaan
IUD merupakan salah satu alat kontrasepsi yang murah dan dapat digunakan dalam jangka waktu lama. Pemasangannya dapat dilakukan sesaat setelah melahirkan (10 menit setelah plesenta lahir), delayed postpartum insertion (4 minggu setelah plasenta lahir) dan postabortion (spontan maupun elektif).
IUD aman untuk wanita dengan kondisi sebagai berikut:
-
Riwayat kehamilan ektopik
-
Riwayat operasi panggul
-
Hipertensi maupun penyakit jantung lainnya
-
Riwayat trombosis vena dalam
-
Riwayat migrain
-
Anemia
-
Diabetes melitus
-
Endometriosis
-
Merokok
Kontraindikasi absolut pemasangan IUD antara lain:
-
Kehamilan
-
Uelainan anatomi uterus yang signifikan
-
Perdarahan pervaginam yang tidak diketahui penyebabnya yang dicurigai kehamilan atau keganasan panggul.
-
Penyakit tropoblas gestasional dengan peningkatan level beta-human chorionic gonadotropin yang persisten.
-
Infeksi pelvis yang sedang berlangsung.
Referensi
Biran A, George A, Rusdianto E, Harni K. Buku panduan praktis pelayanan kontrasepsi. Edisi 3. Jakarta: 2011.
- KONSELING PRAKONSEPSI
Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan: Melakukan Konseling Pra-Konsepsi Konseling
a. Jaga pola makan sehat dan kebersihan makanan (food hygiene), seperti menghindari makanan mentah atau setengah matang untuk mengurangi risiko listeriosis, infeksi salmonella dan toxoplasmosis.
b. Suplementasi asam folat sebaiknya dimulai 3 bulan sebelum konsepsi sampai usia kehamilan 12 minggu untuk mengurangi risiko neural tube defects pada bayi dengan dosis 400 mikrogram per hari.
c. Jaga fungsi kardiovaskular dan muskular melalui latihan jasmani seperti aerobik ringan, renang, jalan cepat, dan jogging.
d. Hindari obat-obatan yang dapat menembus sawar plasenta dan memiliki efek teratogen terhadap janin.
e. Hindari pekerjaan yang meningkatkan risiko teratogenitas, seperti buruh pabrik kimia (paparan zat kimia) dan pekerja di bagian radiologi (paparan <5 rad tidak berhubungan dengan peningkatan risiko anomali janin dan abortus).
Pemeriksaan
a. Pemeriksaan general: pemeriksaan tanda vital dan status generalis.
b. Riwayat keluarga: kelainan bawaan, kongenital, riwayat penyakit degeneratif pada keluarga.
c. Pemeriksaan urin: protein, glukosa, leukosit.
d. Pemeriksaan darah: skrining anemia, talasemia, kelainan sel sabit, toksoplasmosis, sifilis (bila terdapat faktor risiko).
e. Pemeriksaan imunitas: hepatitis, rubella, dan varicella (vaksinasi bila perlu)
f. Skrining HIV (bila ada faktor risiko).
g. Pemeriksaan gigi: kesehatan gigi dan gusi. Referensi
Buku Ajar Obstetri dan Ginekologi Bab 1: Asuhan antenatal
- Pemeriksaan Anc
Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan: Melakukan pemeriksaan antenatal Alat dan Bahan
a. Meja periksa ginekologi
b. Sarung tangan steril
c. Lubrikan gel Teknik Pemeriksaan
a. Persiapkan alat dan bahan.
b. Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan.
c. Minta pasien berbaring di meja periksa.
d. Cuci tangan sebelum pemeriksaan.
Pemeriksaan fisik general
a. Pemeriksaan fisik umum (tanda vital, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, wajah: apakah ada edema atau terlihat pucat)
b. Status generalis lengkap: kepala, mata, higiene mulut dan gigi, karies, tiroid, jantung, paru, payudara, abdomen, tulang belakang, ekstremitas, serta kebersihan kulit.
Pemeriksaan Fisik Obstetri
a. Tinggi fundus uteri (pengukuran dengan pita ukur apabila usia kehamilan >20 minggu)
b. Vulva/perineum untuk memeriksa adanya varises, kondiloma, edema, hemoroid, atau kelainan lainnya.
c. Pemeriksaan dalam untuk menilai serviks, uterus, adneksa, kelenjar bartholin, kelenjar skene, dan uretra.
d. Untuk menilai serviks, tanda-tanda infeksi, dan cairan dari ostium uteri.
e. Palpasi abdomen, menggunakan maneuver leopold I – IV
-
Leopold I: Menentukan tinggi fundus uteri dan menentukan bagian janin yang terletak di fundus uteri (dilakukan sejak awal trimester I)
-
Leopold II: Menentukan bagian janin pada sisi kiri dan kanan ibu (dilakukan mulai akhir trimester II)
-
Leopold III: Menentukan bagian janin yang terletak di bawah uterus (dilakukan mula akhir trimester III)
-
Leopod IV: Menentukan berapa jauh masuknya janin ke pintu atas panggul (dilakukan bila usia kehamilan > 36 minggu)
f. Auskultasi denyut jantung janin menggunakan fetoskop atau doppler (jika usia kehamilan > 16 minggu).
Referensi
Kementerian Kesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2013.
- Resusitasi Bayi Baru Lahir Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan: Melakukan resusitasi bayi baru lahir Alat dan Bahan
a. Tempat resusitasi datar, rata, bersih, kering dan hangat
b. Tiga lembar handuk atau kain bersih dan kering
-
Untuk mengeringkan bayi
-
Untuk menyelimuti tubuh dan kepala bayi
-
Untuk ganjal bahu bayi
c. Alat pengisap lendir
-
Bola karet bersih dan kering
-
Pengisap Dele DTT/ steril
d. Oksigen
e. Lampu 60 watt dengan jarak dari lampu ke bayi sekitar 60 cm
f. Jam
g. Stetoskop
Teknik tindakan
a. Persiapkan alat dan bahan. Perlengkapan resusitasi harus selalu tersedia dan siap digunakan pada setiap persalinan. Penolong telah mencuci tangan dan mengenakan sarung tangan DTT/ steril.
b. Penilaian bayi baru lahir dan segera setelah lahir: Sebelum lahir:
-
Apakah bayi cukup bulan?
-
Apakah air ketuban jernih, tidak tercampur mekonium? Segera setelah bayi lahir (jika bayi cukup bulan), sambil menempatkan bayi diatas perut atau dekat perineum ibu, lakukan penilaian (selintas):
-
Apakah bayi menangis atau bernapas/ tidak megap- megap?
-
Apakah tonus otot bayi baik/ bayi bergerak dengan aktif?
c. Keputusan melakukan resusitasi
Lakukan resusitasi jika pada penilaian terdapat keadaan sebagai berikut:
-
Jika bayi tidak cukup bulan dan atau bayi megap-megap tak bernapas dan atau tonus otot bayi tidak baik. bayi lemas – Potong tali pusat, kemudian lakukan langkah awal resusitasi.
-
Jika air ketuban bercampur mekonium: Sebelum melakukan langkah awal resusitasi, lakukan penilaian, apakah bayi menangis atau bernapas/ tidak megap-megap. Jika menangis atau bernapas/ tidak megap-megap, klem dan potong tali pusat dengan cepat, tidak diikat dan tidak dibubuhi apapun, kemudian lakukan langkah awal resusitasi.
Jika megap-megap atau tidak bernapas, lakukan pengisapan terlebih dahulu dengan membuka lebar, usap mulut dan isap lendir di mulut, klem dan potong tali pusat dengan cepat, tidak diikat dan tidak dibubuhi apapun, kemudian dilakukan langkah awal resusitasi.
d. Tindakan Resusitasi
-
Sambil memotong tali pusat, beritahu ibu dan keluarga bahwa bayi mengalami masalah sehingga perlu dilakukan
tindakan resusitasi, minta ibu dan keluarga memahami upaya ini dan minta mereka ikut membantu mengawasi ibu.
- Langkah awal resusitasi : Jaga bayi tetap hangat, atur posisi bayi, isap lendir, keringkan dan rangsang taktil, reposisi.
a) Posisikan kepala bayi pada posisi menghidu yaitu kepala sedikit ekstensi dengan mengganjal bahu (gunakan handuk/ kain yang telah disiapkan dengan ketebalan sekitar 3 cm dan dapat disesuaikan).
b) Bersihkan jalan napas dengan mengisap lendir di mulut sedalam <5 cm dan kemudian hidung (jangan melewati cuping hidung).
c) Keringkan bayi (dengan sedikit tekanan) dan gosok muka/ dada/ perut/ punggung bayi sebagai rangsangan taktil untuk merangsang pernapasan. Ganti kain yang basah dengan kain yang bersih dan kering. Selimuti bayi dengan kain kering, Bagian wajah dan dada terbuka.
d) Reposisikan kepala bayi dan nilai kembali usaha napas.
e. Evaluasi ulang langkah di atas
Nilai hasil awal, buat keputusan dan lakukan tindakan:
-
Jika bayi bernapas normal/ tidak megap-megap dan atau menangis, lakukan asuhan pasca resusitasi
-
Jika bayi tidak bernapas spontan atau napas megap- megap, lakukan ventilasi.
f. Asuhan pasca resusitasi
-
Pemantauan tanda bahaya
-
Perawatan tali pusat
-
Inisiasi menyusui dini
-
Pencegahan hipotermi
-
Pemberian vitamin K1
-
Pencegahan infeksi
-
Pemeriksaan fisik
-
Pencatatan dan pelaporan
g. Ventilasi
-
Pasang sungkup, perhatikan lekatan
-
Ventilasi 2x dengan tekanan 30 cm air
-
Jika dada mengembang lakukan ventilasi 20x dengan tekanan 20 cm air selama 30 detik.
Nilai pernapasan, jika mulai bernapas normal, lanjutkan dengan asuhan pasca resusitasi. Jika bayi tidak bernapas/ megap-megap:
-
Ulangi ventilasi sebanyak 20x selama 30 detik
-
Hentikan ventilasi dan nilai kembali napas tiap 30 detik
-
Jika bayi tidak bernapas spontan sesudah 2 menit resusitasi, siapkan rujukan, nilai denyut jantung
h. Jika bayi akan dirujuk:
-
Konseling
-
Lanjutkan resusitasi
-
Pemantauan tanda bahaya
-
Perawatan tali pusat
-
Pencegahan hipotermi
-
Pemberian vitamin K1
-
Pencegahan infeksi
-
Pencatatan dan pelaporan
i. Jika bayi tidak dirujuk dan atau tidak berhasil
-
Jika sesudah 10 menit bayi tidak bernapas spontan dan tidak terdengar denyut jantung, pertimbangkan mengehentikan resusitasi.
-
Konseling
-
Pencatatan dan pelaporan
Gambar 122. Algoritma resusitasi bayi baru lahir Referensi
Kementerian Kesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2013.