Psikiatri
- Anamnesis Psikiatri Tingkat Keterampilan: 4A Tujuan
a. Memperoleh informasi mengenai kondisi dan riwayat psikiatrik pasien melalui wawancara langsung dengan pasien maupun dengan keluarga atau orang-orang yang mengenalnya.
b. Mengidentifikasi psikopatologis mulai dari penampilan umum, emosi-afek, pikiran ideasi dan motorik-perilaku.
Alat dan Bahan: -
Proses Wawancara
a. Sapa dan tanyakan nama pasien
b. Perkenalkan diri, jelaskan tujuan sesi, meminta persetujuan pasien bila diperlukan
c. Tanyakan identitas pasien lainnya berupa alamat, umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, bahasa, suku bangsa dan agama. Perlu ditanyakan pula apakah pasien datang sendiri, dibawa oleh anggota keluarga atau dikonsulkan oleh sejawat.
d. Membina rapport dan menunjukan perilaku empatik melalui memertahankan kontak, menilai emosi pasien, dan mendengar aktif.
e. Tanyakan keluhan utama dan identifikasi masalah pasien dengan kalimat terbuka. Ada pasien yang tidak merasakan ada masalah atau mengaku tidak ada keluhan apapun, namun keluhan datang dari keluarga atau orang yang mengenalnya karena khawatir tentang perilaku pasien.
f. Ada pula pasien yang tidak berbicara, sehingga perlu dicatat deskripsi kondisi pasien saat wawancara.
g. Apabila pasien kooperatif, dengarkan dengan penuh perhatian apa yang dikatakan pasien tanpa memotong atau mengarahkan jawaban pasien, setelah itu baru diatur dan dilengkapi kronologi kejadian dengan pertanyaan-pertanyaan tertutup. Umumnya prognosis lebih baik pada kelainan akut dan dramatis, berhubungan erat dengan kejadian nyata daripada kelainan yang perlahan-lahan atau awalnya tidak diketahui, tidak berkaitan dengan kejadian di lingkungannya.
h. Gali riwayat penyakit pasien sekarang dilengkapi dengan faktor presipitasi/pencetus; perkembangan gejala, termasuk gejala yang tidak ada; perubahan perilaku yang terjadi dan dampaknya bagi kehidupan pasien sekarang; keterkaitan gejala psikologis dengan gejala fisik; dan latar belakang kepribadian.
i. Tanyakan kepada pasien mengenai kejadian yang pernah dialaminya dari internal maupun eksternal dirinya, dan bagaimana reaksi terhadapnya sehingga terdapat gambaran keseluruhan karakter kehidupan dan kepribadian pasien serta benih psikopatologi pasien. Riwayat gangguan sebelumnya ini terdiri dari:
-
Riwayat psikiatrik: episode gejala sebelumnya, faktor presipitasi, derajat disfungsi, terapi, lama gangguan, dan kepatuhan terhadap terapi.
-
Riwayat gangguan medik: penyakit klinis, bedah, trauma, neurologis, HIV, sifilis, dan psikosomatis.
-
Riwayat penggunaan zat: zat stimulan, alkohol, morfin, dst.
j. Tanyakan riwayat hidup pasien mulai dari pre dan perinatal hingga situasi kehidupannya saat ini. Hal yang penting diketahui dari setiap episode kehidupannya yaitu:
-
Prenatal dan perinatal: data yang penting antara lain adalah apakah kehamilan direncanakan/diinginkan atau tidak, bagaimana proses kehamilan, adakah cedera lahir, bagaimana kondisi ibu saat melahirkan dan riwayat penggunaan obat
-
Masa kanak awal (0-3 tahun): bagaimana kualitas interaksi ibu dan anak (termasuk toilet training), apakah ada masalah pertumbuhan dan perkembangan anak, bagaimana sifat masa kanak, bagaimana pola bermain anak dengan anak lain, pola makan dan gangguan tingkah laku.
-
Masa pertengahan (3-7 tahun): identifikasi gender, hukuman, disiplin, masuk sekolah, pertemanan, perasaan saat berpisah dengan ibu, pasif atau aktif, perilaku sosial, intelektual dan seterusnya.
-
Masa kanak akhir dan remaja: siapa tokoh idola, penilaian kelompok sosial dan dirinya sendiri, minat terhadap
aktivitas sekolah dan luar sekolah, hubungan dengan teman, guru dan orang tua, bagaimana pengetahuan dan sikapnya terhadap seksualitas, dan seterusnya.
- Masa dewasa: bagaimana riwayat pekerjaan (jenis pekerjaan, konflik dan sikap dalam bekerja, dan seterusnya), riwayat perkawinan (lamanya, konflik, masalah, dan seterusnya), agama (pendidikan, sikap dan penilaiannya terhadap agama), riwayat militer (jika ada), aktivitas sosial (hubungan dengan lingkungan dan sikap menghadapinya), situasi kehidupan saat ini (kondisi keluarga, tetangga, sumber keuangan, biaya perawatan, dan seterusnya), riwayat hukum (pernah atau tidak melakukan pelanggaran hukum), riwayat psikoseksual (pengetahuan dan sikap tentang seks), riwayat keluarga (keturunan atau kejadian penyakit jiwa pada keluarga, dan penyakit fisik serta sikap keluarga menghadapinya), dan terakhir tanyakan pula mengenai mimpi, fantasi dan nilai- nilai.
k. Amati respon dan komunikasi pasien secara verbal maupun non-verbal (mis: bahasa tubuh, ucapan, ekspresi wajah) dan sensitif terhadap perubahan respon pasien.
l. Klarifikasi pernyataan pasien bila kurang jelas atau meminta penjelasan lebih lanjut (mis: ”bisa jelaskan apa yang dimaksud dengan kepala terasa melayang?”).
m. Lakukan rangkuman beberapa kali pada akhir satu bagian konsultasi untuk memastikan bahwa pengertian dokter sama dengan pasien sebelum pindah ke bagian berikutnya; meminta pasien mengoreksi bila ada interpretasi yang kurang tepat, atau meminta pasien memberikan penjelasan lebih lanjut.
n. Lakukan proses membaca, mencatat atau menggunakan komputer, namun diyakinkan untuk tidak mengganggu jalannya sesi.
o. Lakukan pemeriksaan fisik dengan penjelaskan proses dan meminta izin. Berikan perhatian khusus terhadap hal-hal sensitif yang dapat membuat pasien merasa malu atau menyakitkan pasien. Jelaskan alasan pertanyaan atau pemeriksaan fisik yang mungkin dirasa tidak masuk akal.
p. Rangkum sesi secara singkat dan klarifikasi rencana penatalaksanaan. Cek terakhir kali apakah pasien setuju dan merasa nyaman dengan rencana yang telah disusun, tanyakan apakah masih ada pertanyaan atau hal-hal lain yang masih perlu didiskusikan. (Mis: ”ada pertanyaan lagi atau masih ada hal yang ingin didiskusikan?”).
q. Lakukan wawancara terhadap keluarga atau kerabat dekat untuk melengkapi dan mengkonfirmasi masalah pasien, serta menginformasikan peran keluarga atau kerabat tersebut dalam proses tata laksana pasien.
Referensi
a. Redayani L.S.P. 2013, Wawancara dan Pemeriksaan Fisik dalam Buku Ajar Psikiatri , 2nd edn. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, hh. 47-54.
b. Sadock, B.J. & Sadock, V.A. 2007, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 10th edn. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.
- Penilaian Status Mental Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan: Melakukan penilaian status mental Alat dan Bahan: -
Teknik pemeriksaan
a. Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang dilakukan.
b. Minta pasien duduk di kursi periksa.
c. Melakukan penilaian status mental.
Penampilan dan tingkah laku
a. Nilai tingkat kesadaran pasien
-
Pemeriksa menilai apakah pasien bangun dan dalam keadaan sadar sepenuhnya.
-
Nilai apakah pasien dapat mengerti pertanyaan yang diajukan oleh pemeiksa dan dapat merespons dengan cepat dan tepat.
-
Nilai adanya kecenderungan pasien berbicara keluar dari topik, tiba-tiba diam atau bahkan tertidur di tengah pembicaraan.
-
Bila pasien tidak merespons pertanyaan pemeriksa, coba berikan stimulus berupa: bicara dengan suara yang lebih keras atau memanggil nama pasien, atau mengguncang pasien dengan lembut untuk membangunkannya.
-
Nilai tingkat kesadarannya.
b. Perhatikan postur dan sikap motorik
-
Nilai apakah pasien berbaring di tempat tidur atau memilih berjalan-jalan.
-
Nilai postur tubuh pasien dan kemampuan pasien untuk bersikap santai.
-
Observasi pace, range dan karakter pergerakan pasien.
-
Nilai apakah pasien bergerak atas kemauannya.
-
Nilai adakah bagian tubuh pasien yang tidak dapat digerakkan.
-
Nilai apakah postur dan aktivitas motorik pasien berubah sesuai dengan topik pembicaraan atau sesuai aktivitas orang-orang di sekitarnya.
c. Nilai cara berpakaian, penampilan dan kebersihan diri
-
Nilai bagaimana cara berpakaian pasien. Apakah pakaian yang dikenakan bersih dan digunakan dengan benar. Bandingkan cara berpakaian pasien dengan orang-orang sebayanya dan kelompok sosialnya.
-
Nilai rambut, kuku, gigi, kulit pasien dan jenggot jika ada. Bagaimana penampilannya dan bandingkan dengan perawatan diri dan kebersihan orang-orang sebaya pasien dan kelompok sosialnya.
d. Perhatikan ekspresi wajah
-
Nilai ekspresi wajah pasien saat istirahat dan saat berinteraksi dengan orang lain.
-
Perhatikan variasi ekspresi wajah pasien sesuai topik diskusi.
-
Nilai apakah sesuai atau cenderung berubah-ubah.
e. Nilai sikap, afek dan hubungan pasien dengan orang lain atau sesuatu
-
Nilai afek pasien melalui ekspresi wajah, suara dan gerakan tubuh pasien.
-
Nilai apakah normal, terbatas, tumpul atau datar.
-
Nilai apakah tidak sesuai atau terlihat berlebihan pada topik tertentu. Bila ya, deskripsikan.
-
Perhatikan keterbukaan pasien, pendekatan dan reaksi terhadap orang lain atau terhadap lingkungan.
-
Nilai apakah pasien tampak mendengar atau melihat hal- hal yang tidak dilakukan pemeriksa atau pasien terlihat seperti berbicara dengan seseorang yang tidak ada.
Pembicaraan dan bahasa
Lihat materi penilaian fungsi luhur Mood
a. Nilai suasana hati pasien selama wawancara dengan mengeksplorasi persepsi pasien akan hal tersebut. Cari tahu mengenai suasana hati pasien sehari-hari dan variasinya saat terjadi suatu peristiwa.
b. Pemeriksa dapat menanyakan, “Bagaimana perasaan anda hari ini?” atau, “Bagaimana perasaan anda mengenai hal tersebut?”.
c. Nilai bagaimana suasana hati pasien, seberapa sering pasien merasakan perasaan itu, apakah suasana hati pasien sering berubah-ubah, dan apakah suasana hati tersebut sesuai dengan keadaan yang sedang dialami pasien.
d. Nilai juga dalam kasus depresi, adakah episode saat mood
pasien meningkat, yang menunjukkan adanya gejala bipolar.
e. Pada pasien yang dicurigai mengalami depresi, nilai kedalamannya dan adakah risiko bunuh diri.
Pikiran dan persepsi
a. Proses pikir
Nilai logika, relevansi, organisasi, dan koherensi proses berpikir pasien yang terungkap dalam kata-kata dan pembicaraan sepanjang wawancara. Apakah pembicaraan pasien logis dan bertujuan? Di sini pemeriksa menilai cara berbicara pasien untuk melihat ke dalam pikiran pasien. Dengarkan pola pembicaraan yang menunjukkan gangguan proses berpikir.
b. Isi pikir
Pastikan bahwa informasi yang didapatkan sesuai dengan isi pikir pasien selama wawancara. Pemeriksa dapat bertanya mengikuti pembicaraan pasien:“Anda menyebutkan beberapa saat yang lalu bahwa seorang tetangga anda bertanggung jawab atas semua penyakit anda, bisakah anda ceritakan lebih lanjut mengenai hal itu?”
Pemeriksa mungkin perlu membuat pertanyaan yang lebih spesifik, maka arahkan pasien dengan bijaksana dan dengan hal-hal yang dapat diterima pasien:
“... hal-hal tampaknya tidak nyata. Pernahkah anda mengalami
hal seperti ini?”
c. Persepsi
Klarifikasi persepsi pasien yang salah dengan menggunakan cara yang sama seperti saat bertanya mengenai isi pikir pasien: “Apakah anda pernah melihat hal-hal yang tidak benar-benar ada?”
d. Nilai tilikan (insight) dan kemampuan menilai realitas (judgement)
- Tilikan
Tanyakan kepada pasien untuk mendapatkan informasi mengenai tilikan pasien, seperti:
“Apa yang membawa anda ke rumah sakit?” “Apakah yang menjadi masalah anda?”
Khususnya perhatikan apakah pasien menyadari atau tidak bahwa suasana hati, pikiran atau adanya persepsi tertentu yang tidak normal atau merupakan bagian dari suatu penyakit.
- Kemampuan menilai realitas
Nilailah kemampuan pasien dalam menilai realitas dengan melihat respons pasien terhadap situasi keluarga, pekerjaan, penggunaan uang, atau konflik interpersonal: "Bagaimana Anda akan mengelola hidup Anda jika Anda kehilangan pekerjaan Anda?"
Perhatikan apakah keputusan dan tindakan pasien berdasarkan realitas atau berdasarkan impuls, pemenuhan keinginan atau gangguan isi pikir. Nilai-nilai apa yang
tampaknya mendasari keputusan dan perilaku pasien? Bandingkan dengan standar kedewasaan pasien.
Fungsi kognitif
Lihat penilaian fungsi luhur Analisis Hasil Pemeriksaan Penampilan dan tingkah laku:
a. Kesadaran
- Sadar (komposmentis)
Pemeriksa dapat berbicara dengan pasien dengan nada suara normal. Pasien dapat membuka mata spontan, melihat lawan bicaranya dan dapat merespons secara penuh dan tepat terhadap stimulus.
- Letargis
Pemeriksa harus berbicara dengan pasien dengan suara yang keras agar pasien fokus terhadap pemeriksa.
- Somnolen
Pasien cenderung mengantuk. Guncang pasien untuk membangunkan pasien.
- Stupor/sopor
Pasien dapat dibangunkan dengan rangsangan yang kuat seperti nyeri. Misalnya dengan mencubit tendon atau menggosok sternum.
- Koma
Pasien tidak dapat dibangunkan dengan rangsangan nyeri.
b. Postur dan sikap motorik
-
Postur tubuh yang tegang, gelisah dan resah menandakan gangguan cemas.
-
Pasien yang menangis atau berjalan mondar mandir menunjukkan kegelisahan.
-
Sikap yang putus asa, postur yang merosot dan gerakan melambat menunjukkan depresi.
-
Pasien yang menyanyi, menari dan menunjukkan gerakan ekspansif menunjukkan episode manik.
c. Cara berpakaian, penampilan dan kebersihan diri
-
Perawatan dan kebersihan diri mungkin kurang atau buruk pada pasien dengan depresi, skizofrenia dan demensia.
-
Kehati-hatian yang berlebihan dapat terlihat pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif.
-
Mengabaikan penampilan pada satu sisi mungkin merupakan akibat adanya lesi di seberang korteks parietal, biasanya sisi non-dominan.
d. Ekspresi wajah
-
Menilai adanya ekspresi kecemasan, depresi, apatis, marah atau gembira.
-
Pada pasien parkinson biasanya didapatkan ekspresi yang datar (imobilitas wajah).
e. Sikap, afek dan hubungan pasien dengan orang lain atau sesuatu
-
Pada pasien paranoid didapatkan sikap marah, permusuhan, kecurigaan atau menghindar.
-
Pada sindrom manik didapatkan afek yang meningkat, gembira dan euforia.
-
Afek tumpul dan cenderung tidak peduli terhadap orang atau lingkungan sekitar didapatkan pada demensia.
Pembicaraan dan bahasa:
Kemampuan seseorang mengutarakan buah pikiran ataupun perasaannya. Pemeriksaan meliputi:
a. spontanitas
b. kelancaran
c. irama
d. produktivitas
e. hambatan berbicara Mood:
Suasana hati meliputi kesedihan, melakolis, kepuasan, sukacita, euforia, kegembiraan, kemarahan, kegelisahan, kekhawatiran dan ketidakpedulian.
Episode Depresi
Minimal terdapat lima gejala dan termasuk salah satu dari dua gejala teratas dibawah ini:
a. Mood depresi (mungkin suasana hati yang mudah marah pada anak-anak dan remaja) hampir sepanjang hari dan hampir setiap hari.
b. Berkurangnya minat dan kesenangan yang nyata pada hampir seluruh aktivitas hampir sepanjang hari dan hampir setiap hari.
c. Peningkatan atau penurunan berat badan yang berlebihan (tanpa diet) atau peningkatan atau penurunan nafsu makan hampir setiap hari
d. Sulit tidur atau tidur yang berlebihan hampir setiap hari.
e. Agitasi psikomotor atau retardasi terjadi hampir setiap hati.
f. Kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari.
g. Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah hampir setiap hari.
h. Ketidakmampuan berpikir dan berkonsentrasi hampir setiap hari
i. Pemikiran yang berulang-ulang tentang kematian atau bunuh diri; atau adanya rencana atau upaya bunuh diri.
Gejala-gejala tersebut di atas menyebabkan penderitaan terhadap pasien atau gangguan sosialisasi dan pekerjaan atau fungsi lainnya. Pada kasus yang berat mungkin didapatkan delusi dan halusinasi.
Episode Campuran
Pada episode campuran, harus didapatkan kriteria baik episode manik dan depresi minimal satu minggu.
Episode Manik
Suatu periode abnormal yang ditandai dengan mood meningkat secara terus menerus atau mudah tersinggung yang berlangsung minimal 1 minggu. Selama masa ini, pasien minimal memiliki 3 dari 7 gejala di bawah ini yang sangat menonjol.
a. Harga diri meningkat
b. Waktu tidur berkurang (merasa cukup beristirahat setelah 3 jam tidur)
c. Lebih banyak bicara dibanding biasanya atau selalu ingin bicara
d. Flight of idea (bicara meloncat-loncat dan tidak berhubungan) atau racing thoughts (pikiran berkejaran).
e. Pikirannya mudah teralihkan.
f. Peningkatan aktivitas (baik sosial, pekerjaan, sekolah maupun seksual) atau agitasi psikomotor.
g. Melakukan kegiatan menyenangkan dan berisiko (belanja berlebihan, berbisnis yang jelas tidak menguntungkan)
Gangguan di atas cukup berat sehingga merugikan baik secara sosial, dalam pekerjaan maupun hubungan. Pada keadaan yang berat dapat terjadi halusinasi dan delusi.
Gangguan Distimik
Suatu kondisi kronis yang ditandai dengan gejala depresi yang terjadi hampir sepanjang hari, lebih banyak hari daripada tidak, selama minimal 2 tahun (pada anak-anak dan remaja minimal 1 tahun). Selama periode tersebut, interval bebas gejala tidak bertahan lebih lama dari 2 bulan.
Episode Hipomanik
Mood dan gejala menyerupai episode matik, namun tidak terlalu nyata. Tidak terdapat halusinasi dan delusi. Durasi minimum lebih pendek yaitu 4 hari.
Episode Siklotimik
Beberapa periode gejala hipomanik dan depresi yang berlangsung minimal 2 tahun (1 tahun pada anak dan remaja). Selama periode tersebut, interval bebas gejala tidak bertahan lebih dari 2 bulan.
Lakukan wawancara terhadap keluarga atau kerabat dekat untuk melengkapi dan mengkonfirmasi masalah pasien, serta menginformasikan peran keluarga atau kerabat tersebut dalam proses tata laksana pasien.
Pikiran dan persepsi:
a. Proses pikir
Beberapa gangguan dalam proses pikir:
- Sirkumstansial
Ditandai dengan bicara yang berbelit-belit dan tidak langsung mencapai pokok tujuan disebabkan detail yang tidak diperlukan, meskipun komponen deskripsi berhubungan dengan tujuan pembicaraan. Banyak orang tanpa gangguan mental berbicara berbelit-belit seperti ini. Dapat muncul pada orang yang obsesif.
-
Derailment (kehilangan hubungan)
Gangguan proses pikir yang ditandai dengan berbicara bergeser dari satu hal ke hal lain yang tidak berhubungan atau berhubungan jauh.
Terdapat pada skizofrenia, episode manik dan gangguan psikotik lainnya.
- Flight of ideas
Suatu keadaan yang ditandai aliran asosiasi sangat cepat yang tampak dari perubahan isi pembicaraan dan pikiran dari suatu topik ke topik lain. Di sini nampak suatu gagasan belum selesai, disusul gagasan yang lain. Perubahan biasanya berdasarkan kesamaan kata atau stimulus yang mengalihkan, namun gagasan-gagasan tersebut tidak menjadi suatu pembicaraan yang masuk akal. Biasanya didapatkan pada episode manik.
- Neologisme
Menciptakan kata-kata baru atau kata-kata yang menyimpang dan memiliki makna baru dan aneh. Dapat ditemukan pada skizofrenia, afasia dan gangguan psikotik lainnya.
- Inkoheren
Gangguan proses pikir dengan pembicaraan yang sebagian besar tidak dapat dimengerti karena tidak logis, kurangnya hubungan yang bermakna, adanya perubahan topik mendadak, ataupun kesalahan penggunaan tata bahasa atau kata. Flight of ideas yang berat dapat menyebabkan inkoherensi. Biasanya ditemukan pada skizofrenia.
6) Blocking
Gangguan proses pikir yang ditandai dengan pembicaraan yang tiba-tiba berhenti di tengah-tengah kalimat atau sebelum suatu gagasan diselesaikan. Blocking dapat terjadi pada skizofrenia, namun dapat terjadi pula pada orang normal.
- Konfabulasi
Ingatan palsu yang muncul saat meresposn pertanyaan, untuk mengisi kekosongan memori. Biasanya ditemukan pada pasien dengan amnesia.
- Perseverasi
Pengulangan persisten kata-kata atau gagasan. Terjadi pada skizofrenia, dan gangguan psikotik lainnya.
- Ekolali
Pengulangan kata atau frase orang lain atau lawan bicara. Dapat ditemukan pada episode manik dan skizofrenia
- Clanging
Berbicara dan merangkai kata-kata yang tidak memiliki hubungan satu sama lain dan diucapkan berdasarkan irama atau rima verbal tertentu.
Biasanya ditemukan pada episode manik dan skizofrenia.
b. Isi pikir
Beberapa kelaianan isi pikir:
Kompulsi
Perilaku atau tindakan mental berulang dari seseorang yang merasa terdorong untuk menghasilkan atau mencegah sesuatu terjadi di kemudian hari, walaupun harapan efek tersebut tidak realistik.
Obsesi
Gagasan, khayalan atau dorongan yang berulang, tidak diinginkan dan mengganggu, yang tampaknya konyol, aneh atau menakutkan.
Fobia
Ketakutan yang persisten dan irasional disertai oleh keinginan kuat untuk menghindari stimulus tersebut.
Ansietas
Kekhawatiran, ketakutan, ketegangan atau kegelisahan yang mungkin terfokus (fobia) atau tidak (ketakutan akan sesuatu yang tidak jelas).
Feelings of Unreality
Suatu perasaan bahwa hal-hal dalam lingkungan tersebut aneh, tidak nyata atau jauh.
Delusi
Kompulsi, obsesi, fobia dan anxietas biasanya berhubungan dengan gangguan neurotik. Sedangkan delusi, depersonalisasi dan feelings of unreality sering berhubungan dengan gangguan psikotik.
c. Persepsi
Berikut merupakan gangguan persepsi:
Ilusi
Kesalahan interpretasi dari stimulus eksternal yang nyata. Ilusi dapat terjadi akibat reaksi berduka cita, pada keadaan delirium, gangguan stres pasca trauma dan skizofrenia.
Depersonalisasi
Suatu perasaan saat seseorang merasa dirinya berbeda, berubah atau tidak nyata, atau kehilangan identitas diri atau merasa terlepas pikirannya dari tubuhnya.
Halusinasi
Persepsi sensori subjektif terhadap stimulus yang tidak nyata. Pasien mungkin mengenali atau tidak bahwa pengalaman tersebut tidak nyata. Dapat berupa halusinasi auditori (pendengaran), visual (penglihatan), olfaktori (penghidu), gustatori (pengecapan) atau somatik. Halusinasi dapat terjadi pada keadaan delirium, demensia (jarang), gangguan stres pasca trauma, skizofrenia, dan alkoholisme.
d. Tilikan (insight) dan kemampuan menilai realitas (judgement) Pasien dengan gangguan psikotik sering tidak menyadari penyakitnya. Beberapa gangguan neurologis mungkin dapat disertai oleh penyangkalan (denial). Kemampuan menilai realitas dapat menurun atau buruk pada keadaan delirium, demensia, retardasi mental, dan keadaan psikotik. Kemampuan menilai realitas juga dapat dipengaruhi oleh keadaan anxietas, gangguan mood, tingkat intelegensi, pendidikan, sosio-ekonomi, dan nilai budaya.
Fungsi kognitif:
Lihat penilaian fungsi luhur
Referensi
a. Bickley, LS. & Szilagyi PG 2009, Bates’ Guide to Physical Examination and History Taking, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. China, hh P 556-565, 595, 599.
b. Duijnhoven, Belle 2009. Skills in Medicine: The Psychiatric Interview- The Mental Status Examination.
- Diagnosis Multiaksial Tingkat Keterampilan: 4A Tujuan
Membuat diagnosis multiaksial Alat dan Bahan: -
Teknik Penggunaan
Diagnosis Multiaksial memiliki 5 aksis. Berikut ini merupakan langkah-langkah membuat diagnosis multiaksial:
a. Aksis I: Diagnosis klinik
Berisi tentang gangguan klinis dan gangguan perkembangan dan pembelajaran. Merupakan kriteria diagnosis yang dikelompokkan berdasarkan gejala-gejala klinik yang telah dibuktikan dalam pemeriksaan.
Gangguan yang dapat ditemukan pada aksis I antara lain:
-
Gangguan yang biasanya didiagnosis pada masa bayi, anak dan remaja (kecuali retardasi mental, yang didiagnosis pada aksis II)
-
Delirium, demensia, amnesia dan gangguan kognitif lainnya
-
Gangguan mental organik
-
Gangguan akibat zat psikoaktif
-
Skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya
-
Gangguan mood
-
Gangguan cemas menyeluruh
-
Gangguan somatoform
-
Gangguan factitious
-
Gangguan disosiatif
-
Gangguan makan
-
Gangguan tidur
-
Gangguan kontrol impuls yang tidak dapat diklasifikasikan
-
Gangguan penyesuaian
-
Kondisi lain yang dapat menjadi fokus perhatian klinis
b. Aksis II: Gangguan kepribadian dan retardasi mental Merupakan ciri atau gangguan kepribadian yaitu pola perilaku yang menetap (kebiasaan, sifat) yang tampak dalam persepsi tentang diri dan lingkungan (yang akan ditampilkan dalam pola interaksi dengan orang lain).
Kelainan yang dapat ditemukan pada aksis II atara lain:
- F60 - F69. Gangguan Kepribadian dan Perilaku Masa Dewasa
a) F60.0. Gangguan Kepribadian Paranoid
b) F60.1. Gangguan Kepribadian Skizoid
c) F60.2 Gangguan Kepribadian Antisosial
d) F60.3.31 Gangguan Kepribadian Ambang
e) F60.4. Gangguan Kepribadian Histrionik
f) F60.5. Gangguan Kepribadian Obsesif-Kompulsif
g) F60.6. Gangguan Kepribadian Cemas Menghindar
h) F60.7. Gangguan Kepribadian Dependen
i) F60.8. Gangguan Kepribadian Pasif-Agresif
j) F60.9. Gangguan Kepribadian Yang Tidak Ditentukan (YTT)
k) Gangguan Kepribadian Skizotipal
l) Gangguan Kepribadian Narsisistik
- F70 ‒ F79. Retardasi Mental
c. Aksis III: Penyakit Fisik
Penyakit atau kondisi fisik, khususnya yang perlu diperhatikan pada tatalaksana atau menjadi penyebab munculnya gangguan yang dituliskan pada aksis I.
Kelainan yang dapat ditemukan pada aksis III antara lain:
-
Penyakit infeksi dan parasit
-
Neoplasma
-
Penyakit endokrin, nutrisi, metabolik dan imunitas
-
Penyakit hematologi
-
Penyakit sistem saraf
-
Penyakit sistem sirkulasi
-
Penyakit sistem respirasi
-
Penyakit sistem pencernaan
-
Penyakit sistem kelamin dan saluran kemih
-
Komplikasi kehamilan, persalinan dan masa nifas
-
Penyakit kulit dan jaringan subkutan
-
Penyakit sistem muskuloskeletal dan jaringan ikat
-
Kelainan kongenital
-
Kondisi tertentu pada masa perinatal
-
Tanda, gejala dan penyakit tertentu
-
Cedera dan keracunan
d. Aksis IV: Masalah psikososial dan lingkungan
Merupakan merupakan semua faktor yang berkontribusi terhadap, atau mempengaruhi, gangguan jiwa saat ini dan hasil pengobatan.
Kelaianan yang dapat ditemukan pada aksis IV antara lain:
-
Masalah yang berhubungan dengan keluarga
-
Masalah yang berhubungan dengan lingkungan sosial
-
Masalah pendidikan
-
Masalah berkenaan dengan pekerjaan
-
Masalah perumahan
-
Masalah ekonomi
-
Masalah dalam akses ke pelayanan kesehatan
-
Masalah hukum
-
Masalah psikososial dan lingkungan lainnya.
e. Aksis V : GAF
Aksis V adalah skala penilaian global terhadap fungsi yang sering disebut sebagai Global assesment of functioning (GAF). Pemeriksa memertimbangkan keseluruhan tingkat fungsional pasien selama periode waktu tertentu (misalnya saat pemeriksaan, tingkat fungsional pasien tertinggi untuk sekurangnya 1 bulan selama 1 tahun terakhir). Fungsional diartikan sebagai kesatuan dari 3 bidang utama yaitu fungsi sosial, fungsi pekerjaan, fungsi psikologis.
Referensi
a. American Psychiatric Association 2000, Diagnostic criteria from DSM-IV-TR. American Psychiatric Association. Washington DC.
b. Maslim, Rusdi 2001, Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. PT Nuh Jaya. Jakarta.
- Menentukan Prognosis Pada Kasus Psikiatri Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan : Mempertimbangkan prognosis pada kasus psikiatri Prognosis pada Kasus Psikiatri
a. Schizophrenia:
Prognosis buruk: onset penyakit muncul lebih awal, riwayat keluarga schizophrenia, abnormalitas struktur otak, gangguan kognitif yang menonjol.
b. Gangguan kecemasan menyeluruh:
Prognosis buruk bila disertai: fobia comorbid, gangguan mood
sekunder, stres akut.
c. Gangguan kepribadian:
- Gangguan kluster A dan morbiditasnya termasuk:
a) Gangguan kepribadian paranoid berisiko mengalami agoraphobia, depresi berat, gangguan obsesif kompulsif, dan penyalahgunaan obat-obatan.
b) Gangguan kepribadian schizoid berisiko mengalami depresi berat.
c) Gangguan kepribadian schizotipal berisiko mengalami gangguan psikotik singkat, gangguan schizophreniform, gangguan delusi dan mengalami depresi berat berulang.
- Gangguan kluster B dan morbiditasnya termasuk:
a) Gangguan kepribadian antisosial berisiko mengalami gangguan kecemasan, penyalahgunaan obat-obatan, gangguan somatisasi, dan judi patologis
b) Gangguan kepribadian ambang berisiko mengalami gangguan pola makan, penyalahgunaan obat-obatan, gangguan stress paska trauma, dan berisiko bunuh diri.
c) Gangguan kepribadian histrionik berisiko mengalami gangguan somatoform.
d) Gangguan kepribadian narsistik berisiko mengalami anoreksia nervosa dan penyalahgunaan obat-obatan serta depresi.
-
Gangguan kluster C dan morbiditasnya termasuk:
a) Gangguan kepribadian menghindar berhubungan dengan gangguan cemas (terutama fobia sosial)
b) Gangguan kepribadian dependen berisiko mengalami gangguan cemas dan gangguan penyesuaian
c) Gangguan kepribadian obsesif kompulsif berisiko mengalami gangguan cemas.
d. Gangguan afektif bipolar
-
Faktor yang menandakan prognosis lebih buruk: riwayat pekerjaan yang buruk, ketergantungan alkohol, gambaran psikotik, gambaran depresif diantara periode manic dan depresi, adanya gambaran depresi, jenis kelamin pria
-
Faktor yang menandakan prognosis lebih baik: lamanya fase manik (durasi yang lebih singkat), onset yang muncul lebih lambat; gejala psikotik, pikiran untuk bunuh diri, dan masalah medis yang lebih sedikit.
e. Depresi
Gangguan depresi saat masa anak-anak dan remaja, riwayat episode depresi sebelumnya, gejala depresi subsindromal, distimia, dan gangguan cemas meningkatkan risiko depresi di masa depan. Prognosis lebih buruk pada depresi onset lambat.
f. Gangguan obsesif kompulsif
Sekitar 70% pasien mengalami perbaikan gejala namun gangguan obsesif kompulsif adalah penyakit kronis seumur hidup. 15% pasien mengalami perburukan dan 5% mengalami remisi total.
g. Gangguan fobia
Prognosis ditentukan oleh keparahan diagnosis, tingkat kemampuan sebelum timbul gejala, derajat motivasi untuk pengobatan, besarnya dukungan, serta kemampuan untuk menjalani pengobatan, regimen psikoterapeutik, atau keduanya.
h. Gangguan stress paska trauma
-
Prognosis pasien dengan gangguan stress paska trauma sulit untuk ditentukan karena bervariasi tiap pasien.
-
Faktor yang berhubungan dengan prognosis yang baik diantaranya adalah pengobatan yang lebih dini, dukungan sosial sejak dini dan terus menerus, menghindari trauma berulang, dan tidak adanya gangguan psikiatrik lainnya.
i. Penyakit Alzheimer
Penyakit Alzheimer berhubungan dengan gangguan memori yang memburuk seiring waktu, pasien dengan penyakit Alzheimer juga menunjukkan gejala cemas, depresi, insomnia, agitasi, dan paranoia. Saat penyakitnya memburuk, pasien membutuhkan bantuan dalam aktivitas sehari-harinya.
Referensi
a. Goldman HH. Review of general psychiatry. 5th ed. New York: Lange, 2000.
b. Gelder MG, Lopez-Ibor JJ, Andreasen N (eds). New oxford textbook of psychiatry.
c. Oxford: Oxford university press, 2012.
d. Kay J. Tasman A. Essential of psychiatry. West Sussex: John Wiley&Sons ltd, 2006
e. Sorref S. Bipolar affective disorders [Internet]. [cited 2014 March 6]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/286342- overview#aw2aab6b2b6aa
f. Harverson JL. Depression [Internet]. [cited 2014 March 6]. Availablefrom: http://emedicine.medscape.com/article/286759- overview#aw2aab6b2b6
- Indikasi Rujuk Pada Kasus Psikiatri Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan: Menentukan Indikasi rujuk pada kasus-kasus psikiatri Indikasi Rujuk pada Kasus Psikiatri:
a. Pada pasien yang mengalami agitasi akut dan membutuhkan evaluasi lebih lanjut serta perawatan rawat inap. Evaluasi secara mendalam dilakukan untuk mencari penyebab agitasi akut baik dari sisi medis (seperti gangguan metabolik, kardiopulmoner, endokrin, gangguan neurologis) atau sisi psikiatrik (psikosis, intoksikasi, dementia, delirium, putus obat).
b. Pasien yang mempunyai atau memperlihatkan ide untuk membunuh atau bunuh diri, keinginan untuk mati, tidak mempedulikan diri sendiri (self neglect). Pasien seperti ini harus dievaluasi dan dirujuk untuk rawat inap.
c. Pasien yang membutuhkan fasilitas diagnostik dan pemeriksaan lebih canggih serta membutuhkan tatalaksana lebih lanjut sesuai indikasi.
d. Pasien yang mempunyai ikatan jangka panjang dengan dokter tertentu (seperti pada pasien yang patah semangat). Rujukan kadang juga disebabkan oleh tekanan dari keluarga atau dari pasien.
Referensi
a. Goldman HH. Review of general psychiatry. 5th ed. New York: Lange, 2000.
b. Gelder MG, Lopez-Ibor JJ, Andreasen N (eds). New oxford
textbook of psychiatry. Oxford: Oxford university press, 2012.
c. Kay J. Tasman A. Essential of psychiatry. West Sussex: John Wiley&Sons ltd, 2006