KEGAWATDARURATAN
- Bantuan Hidup Dasar Tingkat Keterampilan: 4A Tujuan
Mampu melakukan bantuan hidup dasar sesuai kompetensi dokter di pelayanan primer.
Alat dan Bahan
a. Alat pelindung diri (APD).
b. Sungkup
c. Kantung pernapasan (bag valve mask)
d. Sumber oksigen
e. OPA (oropharyngeal airway)
Teknik Tindakan
a. Penilaian respons dilakukan setelah penolong yakin bahwa dirinya sudah aman untuk melakukan pertolongan. Penilaian respons dilakukan dengan menepuk-nepuk dan menggoyangkan penderita sambil memanggil penderita.
-
Jika penderita menjawab atau bergerak terhadap respons yang diberikan, usahakan tetap mempertahankan posisi seperti pada saat ditemukan atau posisikan ke posisi mantap.
-
Jika penderita tidak merespons serta tidak bernapas atau bernapas tidak normal, maka dianggap mengalami kejadian henti jantung.
b. Jika pasien tidak respons, aktivasi system layanan gawat darurat dengan minta bantuan orang terdekat atau penolong sendiri yang menelepon jika tidak ada orang lain.
c. Periksa denyut nadi arteri karotis dalam waktu maksimal 10 detik (lihat materi Kardiovaskular).
d. Lakukan kompresi dada:
-
Penderita dibaringkan di tempat yang datar dan keras.
Tentukan lokasi kompresi dada dengan cara meletakkan telapak tangan yang telah saling berkaitan di bagian setengah bawah sternum.
Gambar 155. Palpasi A. Karotis
Gambar 156. Teknik kompresi dada
-
Frekuensi minimal 100 kali per menit dengan kedalaman minimal 5 cm.
-
Penolong melakukan kompresi dengan perbandingan kompresi dan ventilasi 30:2.
e. Setelah lakukan kompresi 30 kali, lakukan ventilasi dengan membuka jalan napas dengan teknik:
- Head tilt chin lift maneuver.
a) Dorong kepala korban dengan mendorong dahi ke belakang (head tilt) dan pada saat yang bersamaan dagu korban (chin lift)
Gambar 157. Head tilt chin lift maneuver
- Jaw thrust
a) Letakkan siku-siku pada bidang datar tempat korban dibaringkan. Cari rahang bawah. Pegang rahang bawah dengan jari-jari kedua tangan dari sisi kanan dan kiri korban
b) Dorong rahang bawah dengan mendorong kedua sudutnya ke depan dengan jari-jari kedua tangan
c) Buka mulut korban dengan ibu jari dan jari telunjuk kedua tangan.
- Pasang OPA jika tersedia.
Gambar 158. Jaw thrust
f. Berikan napas bantuan dengan metode: Mulut ke mulut:
-
Pertahankan posisi head tilt chin lift. Jepit hidung dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan.
-
Buka sedikit mulut penderita, tarik napas panjang, dan tempelkan rapat bibir penolong melingkari mulut penderita.
Hembuskan napas lambat setiap tiupan selama 1 detik. Pastikan dada terangkat.
Lepaskan mulut penolong dari mulut penderita, lihat apakah dada penderita turun waktu ekshalasi.
Gambar 159. Resusitasi mulut ke mulut Mulut ke hidung
- Katupkan mulut penderita disertai chin lift, kemudian hembuskan udara seperti pernapasan mulut ke mulut. Buka mulut penderita waktu ekshalasi.
Gambar 160. Resusitasi Mulut ke Hidung
Mulut ke sungkup
-
Letakkan sungkup pada muka penderita dan dipegang dengan kedua ibu jari
-
Lakukan head tilt chin lift/ jaw thrust. Tekan sungkup ke muka penderita dengan rapat.
-
Hembuskan udara melalui lubang sungkup hingga dada terangkat.
-
Amati turunnya pergerakan dinding dada.
Dengan kantung pernapasan
-
Tempatkan tangan untuk membuka jalan japas.
-
Letakkan sungkup menutupi muka dengan teknik E-C__clamp (bila seorang diri) yaitu dengan meletakkan jari ketiga, keempat, kelima membentuk huruf E dan diletakkan dibawah rahang bawah dan mengekstensi dagu serta rahang bawah; ibu jari dan telunjuk membentuk huruf C untuk mempertahankan sungkup.
-
Bila 2 penolong, 1 penolong berada pada posisi di atas kepala penderita dan dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan kiri dan kanan mencegah agar tidak terjadi kebocoran disekitar sungkup. Jari-jari yang lain mengektensikan kepala sambil melihat pergerakan dada. Penolong kedua memompa kantung sampai dada terangkat.
g. Cek irama jantung dan ulangi siklus setiap 2 menit.
Teknik Tindakan pada Anak
a. Pemeriksaan nadi bayi kurang dari satu tahun dilakukan pada arteri brachialis atau arteri femoralis. Untuk anak diatas satu tahun, pemeriksaan dilakukan sama seperti pada orang dewasa.
b. Jika pulsasi teraba, berikan 1 bantuan napas tiap 3 detik. Berikan kompresi jika denyut jantung <60/menit dengan perfusi yang buruk walaupun setelah oksigenasi dan ventilasi yang adekuat.
c. Kompresi pada anak usia 1-8 tahun:
-
Menekan sternum sekitar 5 cm dengan kecepatan minimal 100 kali per menit.
-
Setelah 30 kali kompresi, buka jalan napas dan berikan 2 kali napas bantuan sampai dada terangkat (1 penolong).
-
Kompresi dan napas buatan dengan rasio 15:2 (2 penolong).
d. Kompresi dada pada bayi:
-
Letakkan 2 jari satu tangan pada setengah bawah sternum; lebar 1 jari berada di bawah garis intermammari.
-
Menekan sternum sekitar 4 cm kemudian angkat tanpa melepas jari dari sternum dngan kecepatan minimal 100 kali per menit.
-
Setelah 30 kali kompresi, buka jalan napas dan berikan 2 kali napas bantuan sampai dada terangkat (1 penolong).
-
Kompresi dan napas bantuan dengan rasio 15:2 jika 2 penolong.
e. Jika bayi atau anak sudah kembali ke dalam sirkulasi spontan, maka baringkan anak atau bayi ke posisi mantap.
-
Gendong bayi di lengan penolong sambil menyangga perut dan dada bayi dengan kepala bayi terletak lebih rendah.
-
Usahakan tidak menutup mulut dan hidung bayi.
-
Monitor dan rekam tanda vital, kadar respons, denyut nadi, dan pernapasan.
Analisis
a. Indikasi bantuan hidup dasar:
-
Henti jantung
-
Henti napas
-
Tidak sadarkan diri
b. Gangguan jalan napas adalah berupa sumbatan jalan napas:
-
Sumbatan di atas laring
-
Sumbatan pada laring
-
Sumbatan di bawah laring
c. Pengelolaan jalan napas dengan head tilt-chin lift dan jaw thrust. Head tilt chin lift tidak dianjurkan pada korban yang dicurigai menderita cedera kepala, cedera leher, dan cedera tulang belakang
d. Kondisi yang menyebabkan gangguan oksigenasi dan ventilasi:
-
Infeksi
-
Aspirasi
-
Edema paru
-
Kontusio paru
-
Kondisi tertentu yang menyebabkan rongga paru tertekan oleh benda asing.
e. Sebab-sebab henti jantung
-
Faktor primer (dari jantung sendiri)
-
Faktor sekunder
f. Keberhasilan BHD
-
Warna kulit berubah dari sianosis menjadi kemerahan
-
Pupil akan mengecil
-
Pulihnya denyut nadi spontan
Referensi
a. Perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular Indonesia. Buku panduan bantuan hidup jantung dasar BCLS Indonesia. Jakarta: PP PERKI, 2012.
b. Mangku G, Senapathi TGA. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta: Penerbit Indeks, 2010; p 340-355
c. University of Utah. Basic life support [internet]. 2014 [cited 2014 march 24]. Available from: http://www.cc.utah.edu/~mda9899/index.htm
d. Nolan JP (ed). Resuscitation guideline 2010. London: resuscitation council UK, 2010.
- Resusitasi Jantung Paru Tingkat Keterampilan: 4A Tujuan
Melakukan resusitasi jantung paru sesuai kompetensi dokter di layanan primer.
Alat dan Bahan
a. Alat pelindung diri.
b. Monitor EKG
c. Alat defibrilasi.
d. Epinephrine ampul.
e. Amiodaron ampul.
f. Spuit.
g. Kanula intravena.
Teknik Tindakan
a. Penilaian respons dilakukan setelah penolong yakin bahwa dirinya sudah aman untuk melakukan pertolongan. Penilaian respons dilakukan dengan menepuk-nepuk dan menggoyangkan penderita sambil memanggil penderita.
b. Jika penderita tidak merespons serta tidak bernapas atau bernapas tidak normal, maka dianggap mengalami kejadian henti jantung.
c. Aktivasi sistem layanan gawat darurat.
d. Periksa denyut nadi arteri karotis.
e. Lakukan kompresi dada (lihat bagian bantuan hidup dasar)
f. Setelah lakukan kompresi 30 kali, lakukan ventilasi dengan membuka jalan napas (lihat bagian Bantuan Hidup Dasar).
g. Berikan bantuan napas (lihat bagian Bantuan Hidup Dasar).
h. Cek irama jantung dan ulangi siklus setiap 2 menit.
i. Ketika alat monitor EKG dan defibrillator datang, pasang sadapan segera tanpa menghentikan RJP.
j. Hentikan RJP sejenak untuk melihat irama dimonitor.
Kasus VF/VT tanpa nadi
a. Lakukan kejut listrik unsynchronized dengan energi 360 J untuk kejut listrik monofasik dan 200 J untuk kejut listrik bifasik.
Gambar 161. Penempatan defibrillator pad
b. Lakukan RJP selama 5 siklus (2 menit).
c. Kembali monitor EKG.
d. Jika masih VT/VF, kembali lakukan kejut listrik 360 J.
e. Lakukan RJP lagi 5 siklus.
f. Bila IV line telah terpasang, berikan epinephrine 1 mg IV/IO.
g. Setelah RJP selama 2 menit, kembali monitor EKG. Jika tetap VT/VF, lakukan kejut listrik 360 J.
h. Lanjutkan kembali RJP 2 menit dan berikan amiodaron 300 mg IV/IO.
i. Setelah RJP selama 2 menit, kembali monitor EKG. Jika tetap VT/VF, lakukan kejut listrik 360 J.
j. Lanjutkan RJP selama 2 menit dan berikan epinefrin 1 mg IV/IO.
k. Setelah RJP selama 2 menit, kembali monitor EKG. Jika tetap VT/VF, lakukan kejut listrik 360 J.
l. Lanjutkan kembali RJP 2 menit dan berikan amiodaron 150 mg IV/IO.
m. Pemberian epinephrine 1 mg dapat diulang setiap 3-5 menit.
Kasus PEA/ Asistol
a. Bila pada EKG terdapat gambaran irama terorganisasi, cek nadi arteri karotis. Jika tidak teraba, maka disebut PEA.
b. Bila pada EKG ditemukan asistole maka lakukan pengecekan alat.
c. Bila asitole, segera berikan epinephrine 1 mg IV/IO dan lanjutkan RJP selama lima siklus (2 menit).
d. Setelah RJP 2 menit, top RJP dan lihat irama monitor. Jika irama terorganisasi, lakukan perabaan karotis.
e. Jika tidak ada nadi, lakukan RJP lagi selama 2 menit.
f. Lihat kembali monitor. Jika irama terorganisasi, lakukan perabaan karotis.
g. Jika tidak ada nadi, kembali lakukan RJP dan berikan epinephrine 1 mg IV/IO.
h. Pemberian epinephrine 1 mg dapat diulang setiap 3-5 menit.
Analisis
a. Komplikasi:
-
Fraktur iga atau sternum akibat kompresi dada.
-
Insuflasi lambung dari napas bantuan; hal ini dapat mengakibatkan muntah sehingga terjadi aspirasi.
b. Kontraindikasi: pasien DNR (do not resuscitate).
Referensi
a. Perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular Indonesia. Buku panduan bantuan hidup jantung dasar BCLS Indonesia, edisi 2012. Jakarta: PP PERKI, 2012.
b. Perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular Indonesia. Buku panduan bantuan hidup jantung lanjut ACLS Indonesia. Edisi 2012. Jakarta: PP PERKI, 2012.
c. Travers AH, et al. 2010 American heart association guidelines for cardiopulmonary resuscitation and emergency cardiovascular care science. Circulation 2010; 122: S676-S684.
d. Anonymous. Automatic external defibrillation [internet]. cited 2014 March 24. Available from: http://www.lbfdtraining.com/Pages/emt/sectione/aed.html
e. Nolan JP (ed). Resuscitation guideline 2010. London: resuscitation council UK, 2010.
- Penilaian Status Dehidrasi Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan : Menilai turgor kulit sebagai salah satu pemeriksaan untuk menentukan status dehidrasi.
Alat dan Bahan:-
Teknik Pemeriksaan
a. Jelaskan kepada pasien tentang pemeriksaan yang akan dilakukan dan prosedurnya.
b. Cuci tangan 7 langkah.
c. Minta pasien untuk membuka bagian perutnya dan berbaring.
d. Cubit kulit di daerah perut selama 30 detik, setelah itu lepaskan.
e. Perhatikan berapa lama waktu yang dibutuhkan kulit untuk kembali ke bentuk semula.
Analisis Hasil Pemeriksaan
a. Turgor kulit yang kembali sangat lambat (>2 detik) menandakan dehidrasi berat
b. Normalnya <1 detik kulit sudah kembali ke bentuk semula
Referensi
Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates’ Guide to Physical Examination and History Taking, 10th edition. Lippincott Williams & Wilkins, China, 2009.
- Resusitasi Cairan Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan : Terapi untuk menggantikan kehilangan cairan tubuh yang terjadi secara akut.
Alat dan Bahan
a. Kanula intravena dan set infus
b. Cairan kristaloid
c. Cairan koloid
d. Nasal kanul atau masker
e. Sphygmomanometer
f. Stetoskop
Teknik Tindakan
a. Pemeriksaan: nilai dan catat hasil pemeriksaan untuk indikasi kebutuhan resusitasi cairan:
-
tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan (lihat materi Tanda Vital)
-
capillary refill time (lihat materi Kardiovaskular)
-
perabaan ekstrimitas (lihat materi Kardiovaskular) Algoritme Resusitasi
-
Berikan oksigenasi.
-
Pasang kanula IV berkururan besar.
-
Identifikasi penyebab gangguan yang terjadi dan respons pasien.
-
Berikan bolus 500 ml cairan kristaloid.
-
Nilai ulang kondisi pasien dengan menggunakan ABCDE (lihat Bagian Bantuan Hidup Dasar). Pertimbangkan apakah pasien masih membutuhkan resusitasi cairan.
a) Jika cairan yang diberikan masih kurang dari 2000 ml, berikan lagi 250-500 ml bolus cairan kristaloid.
Setelah pemberian cairan selesai, nilai ulang kondisi pasien dengan ABCDE (lihat no. 3).
b) Jika tidak, nilai kebutuhan cairan dan elektrolit pasien.
b. Jika penderita tidak membutuhkan resusitasi cairan, pastikan kebutuhan cairan dan nutrisi terpenuhi.
c. Nilai kebutuhan cairan dan elektrolit pasien dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium yang dibutuhkan.
d. Jika terdapat tanda-tanda kekurangan dan kelebihan cairan serta cairan yang keluar masih berlangsung, maka lanjut ke bagian penggantian dan redistribusi cairan. Jika tidak lanjut ke bagian rumatan rutin.
Penggantian dan redistribusi cairan
a. Lihat apakah masih terdapat defisit cairan dan/atau elektrolit.
b. Jika ada, perkirakan defisit atau kelebihan cairan lalu tambah atau kurangi dari kebutuhan rumatan normal per hari.
c. Resepkan kebutuhan rumatan rutin ditambah suplemen cairan dan elektrolit yang dibutuhkan berdasarkan pengukuran sebelumnya.
d. Jika kondisi tidak membaik, konsultasi ke spesialis.
e. Jika tidak ada, periksa adanya kehilangan cairan yang masih berlangsung. Jika iya, kembali ke nomor 2.b.
Rumatan rutin
a. Berikan rumatan cairan IV sesuai dengan kebutuhan cairan dan elektrolit normal harian 25-30 ml/kg/hari air.
b. Nilai ulang dan awasi kondisi pasien.
c. Stop cairan IV jika sudah tidak ada indikasi yang sesuai.
Pada luka bakar
a. Pemberian terapi cairan dilakukan dengan memberikan 2-4 ml RL/RA per kg BB tiap %luka bakar.
-
½ dosis diberikan 8 jam pertama
-
½ dosis berikut 16 jam kemudian
b. Sesuaikan dosis infus untuk menjaga urin 30-50 ml/jam pada dewasa
c. Jika respon membaik, turunkan laju infus secara bertahap
Analisis Pemeriksaan dan Pertimbangan Umum
a. TD<100 mmHg, CRT >2 detik, dan perabaan akral dingin; frekuensi nadi >90 per menit; serta frekuensi napas >20 kali per menit menandakan kebutuhan resusitasi.
b. Medikasi harus diberikan secara IV selama resusitasi.
c. Perubahan Natrium, dapat menyebabkan hiponatremia yang serius. Na serum harus dimonitor, terutama pada pemberian infus dalam volume besar.
d. Transfusi diberikan bila hematokrit dibawah 30.
e. Insulin infus diberikan bila kadar gula darah >200 mg%.
f. Histamine H2- blocker dan antasid sebaiknya diberikan untuk menjaga pH lambung 7,0.
Referensi
National clinical guideline center. Intravenous fluid therapy clinical guideline. London: NICE, 2012.
- Tatalaksana Dehidrasi Pada Anak Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan
Mampu melakukan tatalaksana dehidrasi berat dengan tepat. Alat dan Bahan: -
Teknik Tindakan
a. Jelaskan kepada ibu pasien tindakan yang akan dilakukan dan prosedurnya
b. Cuci tangan sebelum (dan setelah) melakukan tindakan (lihat materi Universal Precautions).
c. Jika anak menderita dehidrasi berat:
-
Pastikan bahwa pemeriksa dapat cepat memasukkan jalur intravena. Segera pasang jalur IV.
-
Jika anak masih bisa minum, berikan CRO sambil mempersiapkan jalur intravena.
-
Berikan 100 mg/kg ringer laktat, dibagi sebagai berikut:
a) Anak kurang dari 12 bulan: berikan infus RL 30 ml/kg dalam satu jam pertama dilanjutkan dengan 70 ml/kg dalam 5 jam.
b) Anak berusia 12 bulan-5 tahun: berika infus RL 30 ml/kg dalam 30 menit pertama dilanjutkan dengan 70 ml/kg dalam 21/2 jam.
-
Periksa ulang anak setiap 15-30 menit, jika status dehidrasi tidak membaik lanjutkan pemberian IV.
-
Jika pulsasi arteri radialis tidak teraba, pemberian pertama cairan dapat diulang 1 kali.
d. Berikan rehidrasi oral (5 ml/kg/ jam) secepatnya setelah anak bisa minum.
e. Periksa kembali status dehidrasi bayi (setelah 6 jam) dan anak (setelah 3 jam). Pemeriksaan ulang dilakukan setiap 1-2 jam.
f. Jika kondisi anak membaik (mampu untuk minum) namun masih menunjukkan tanda-tanda dehidrasi, hentikan infus IV dan berikan larutan CRO setiap 4 jam.
-
Kebutuhan CRO dalam 4 jam dapat dihitung dengan mengalikan berat badan anak dengan 75 ml.
-
Perkiraan pemberian CRO dalam 4 jam:
a) Usia kurang dari 4 bulan, BB kurang dari 5 kg: 200- 400 ml.
b) Usia 4-11 bulan, BB 5-7.9 kg: 400-600 ml.
c) Usia 12-23 bulan, BB 8-10.9 kg: 600-800 ml.
d) Usia 2-4 tahun, BB 11-15.9 kg: 800-1200 ml.
e) Usia 5-14 tahun, BB 16-29.9 kg: 1200-2200 ml.
f) Usia diatas 15 tahun, BB diatas 30 kg: 2200-4000 ml.
-
Jika anak minta CRO lebih dari kebutuhan diatas, berikan lebih.
-
Anjurkan ibu untuk tetap menyusui anaknya.
g. Jika tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi, berikan cairan untuk mencegah dehidrasi.
Referensi
a. Kliegman, Behrman, et al: Nelson Textbook of Pediatrics, 18th Edition. Saunders Elsevier: Philadelphia, 2008
b. Department of child and adolescence health and development. The treatment of diarrhea a manual for physician and other senior health workers. Geneva: WHO, 2005.
- Manuver Heimlich
Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan : Melakukan tatalaksana sumbatan jalan napas oleh benda asing sebagai salah satu bantuan hidup dasar sesuai kompetensi dokter di pelayanan primer.
Alat dan Bahan: - Teknik Tindakan
Penatalaksanaan penderita tidak sadarkan diri
a. Segera aktifkan sistem layanan gawat darurat, panggil bantuan.
b. Segera baringkan penderita.
c. Lakukan kompresi 30 kali.
d. Jika belum bisa dikeluarkan, terus lakukan kompresi jantung.
e. Jika benda asing padat sudah bisa terlihat, benda asing boleh dikeluarkan secara manual.
Penatalaksanaan penderita sadar
a. Sumbatan ringan:
Penolong merangsang penderita batuk tanpa melakukan tindakan dan terus mengobservasi.
b. Sumbatan berat: Tanya pada penderita apa yang terjadi. Setelah yakin lakukan abdominal thrust.
Abdominal thrust
-
Penolong berdiri di belakang penderita kemudian melingkarkan kedua lengannya pada bagian atas abdomen penderita.
-
Condongkan penderita ke depan.
-
Letakkan kepalan tangan penolong diantara umbilikus dan iga.
-
Raih kepalan tangan tersebut dengan tangan yang lain, tarik ke arah dalam dan atas secara mendadak sebanyak 5 kali.
-
Jika cara tersebut gagal, lakukan kembali 5 abdominal thrust sampai sumbatan berhasil keluar atau penderita tidak sadarkan diri.
Gambar 162. Abdominal thrust
Analisis
a. Gejala sumbatan jalan napas oleh benda asing:
-
Kejadiannya terlihat.
-
Batuk atau tersedak.
-
Onset mendadak.
-
Riwayat sebelumnya bermain atau makan suatu objek yang kecil.
-
Penderita dapat terlihat memegang leher atau dadanya
Gambar 163. Gejala sumbatan jalan napas
b. Korban mengalami sumbatan total atau parsial masih dapat bernapas dengan kondisi korban yang makin memburuk, seperti menjadi sianosis, lemah atau tidak lagi batuk.
c. Pada ibu hamil atau orang gemuk letakkan di tulang dada-xifoid dan lakukan hentakan dada (chest trust).
Referensi
a. Perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular Indonesia. Buku panduan bantuan hidup jantung dasar BCLS Indonesia. Jakarta: PP PERKI, 2012.
b. University of Utah. Basic life support [internet]. 2014 [cited 2014 march 24]. Available from: http://www.cc.utah.edu/~mda9899/index.htm
c. Nolan JP (ed). Resuscitation guideline 2010. London: resuscitation council UK, 2010.
d. Mangku G, Senapathi TGA. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta: Penerbit Indeks, 2010.