SISTEM KARDIOVASKULAR
- Pemeriksaan Jantung (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Dan Auskultasi) Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan: Menilai kondisi fisik jantung Alat dan Bahan: Stetoskop
Teknik Pemeriksaan Inspeksi dada
a. Minta pasien berbaring dengan nyaman.
b. Lepaskan pakaian yang menghalangi dada.
c. Perhatikan bentuk dada dan pergerakan dada saat pasien bernafas. Perhatikan jika terdapat deformitas atau keadaan asimetris, retraksi interkostae dan suprasternal, dan kelemahan pergerakan dinding dada saat bernafas.
Palpasi apeks jantung
a. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien, sedang pasien dalam sikap duduk dan kemudian berbaring terlentang. Jika dalam keadaan terlentang apeks tidak dapat dipalpasi, minta pasien untuk posisi lateral dekubitus kiri.
b. Telapak tangan pemeriksa diletakkan pada prekordium dengan ujung-ujung jari menuju ke samping kiri torakss. Perhatikan lokasi denyutan.
c. Menekan lebih keras pada iktus kordis untuk menilai kekuatan denyut.
Gambar 66. Palpasi apeks jantung Perkusi batas jantung
a. Batas jantung kiri. Melakukan perkusi dari arah lateral ke medial.
b. Batas jantung kanan. Melakukan perkusi dari arah lateral ke medial.
Auskultasi jantung
a. Posisikan pasien dalam keadaan berbaring.
b. Gunakan bagian diafragma dari stetoskop, dan letakan di garis parasternal kanan ICS (intracostae space) 2 untuk menilai katup aorta, parasternal kiri ICS 2 untuk menilai katup pulmoner, parasternal kiri ICS 4 atau 5 untuk menilai katup trikuspid, dan garis midklavikula kiri ICS 4 atau 5 untuk menilai apeks dan katup mitral.
c. Selama auskultasi yang perlu dinilai: irama jantung, denyut jantung, bunyi jantung satu, bunyi jantung dua, suara splitting, bunyi jantung tambahan, murmur.
Gambar 67. Auskultasi jantung Analisis Hasil Pemeriksaan
a. Inspeksi
Pada umumnya kedua belah dada adalah simetris. Perikordium yang cekung dapat terjadi akibat perikarditis menahun, fibrosis atau atelektasis paru, skoliosis atau kifoskoliosis. Prekordium yang gembung dapat terjadi akibat dari pembesaran jantung, efusi epikardium, efusi pleura, tumor paru, tumor mediastinum dan skoliosis atau kifoskoliosis.
b. Palpasi apeks jantung
Pada keadaan normal iktus kordis dapat teraba pada ruang intercostal kiri V, agak ke medial (2cm) dari linea midklavikularis kiri. Apabila denyut iktus tidak dapat dipalpasi, bisa diakibatkan karena dinding torakss yang tebal misalnya pada orang gemuk atau adanya emfisema, tergantung pada hasil pemeriksaan inspeksi dan perkusi.
c. Perkusi batas jantung
Perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup kita tetapkan sebagai batas jantung.
d. Auskultasi jantung
- Murmur sistolik
Menjalar ke karotis, dapat terjadi pada stenosis/sklerosis aorta
-
Murmur diatolik
Terdengar paling keras di tepi sternal kiri bawah, dapat terjadi pada regurgiasi pulmonal, regurgitasi aorta
- Murmur pansistolik
Paling keras di apeks, dapat terjadi pada regurgitasi mitral, regurgitasi trikuspid
- Murmur mid-diastolik
Paling keras di apeks, dapat terjadi pada stenosis mitral, stenosis tricuspid
- Intensitas murmur.
Tabel 12. Intensitas Murmur
Referensi
Bickley, LS. Szilagyi PG. Bates’ Guide to Physical Examination and
History Taking, 10th Ed. China: Lippincott Williams & Wilkins, 2009.
- Pemeriksaan Jvp
Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan: menilai fungsi jantung dan status cairan pasien Alat dan Bahan: Dua buah penggaris
Teknik Pemeriksaan
a. Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien.
b. Penderita dalam posisi santai, kepala sedikit terangkat dengan bantal, dan otot sternomastoideus dalm keadaan rileks.
c. Lepaskan pakaian yang sempit/menekan leher.
d. Naikkan ujung tempat tidur setinggi 30°, atau sesuaikan sehingga pulsasi vena jugularis tampak jelas. Miringkan kepala menghadap arah yang berlawanan dari arah yang akan diperiksa.
e. Gunakan lampu senter dari arah miring untuk melihat bayangan (shadow) vena jugularis. Identifikasi pulsasi vena jugularis interna. Apabila tidak dapat menemukan pulsasi vena jugularis interna dapat mencari pulsasi vena jugularis eksterna.
f. Tentukan titik tertinggi dimana pulsasi vena jugularis interna/eksterna dapat dilihat.
g. Pakailah sudut sternum (manubrium) sebagai tempat untuk mengukur tinggi pulsasi vena. Titik ini ±4-5 cm di atas pusat dari atrium kanan.
h. Gunakan penggaris.
-
Penggaris ke-1 diletakkan secara tegak (vertikal), dimana salah satu ujungnya menempel pada manubrium.
-
Penggaris ke-2 diletakkan mendatar (horizontal), dimana ujung yang satu tepat di titik tertinggi pulsasi vena, sementara ujung lainnya ditempelkan pada penggaris ke-1.
Gambar 68. Pengukuran JVP
i. Ukurlah jarak vertikal (tinggi) antara manubrium dan titik tertinggi pulsasi vena
j. Catat hasilnya.
Analisis Hasil Pemeriksaan
a. Menulis dan membaca hasil
-
Contoh, JVP = 5+2
-
5 adalah jarak dari atrium kanan ke manubrium sternum dan titik tertinggi pulsasi vena.
3) +2 adalah hasilnya
b. Nilai normal kurang dari 3 atau 4 cm di atas manubrium, pada posisi tempat tidur bagian kepala ditinggikan 30°-45°
c. Nilai lebih dari normal, mengindikasikan peningkatan tekanan atrium/ventrikel kanan, misalnya terjadi pada gagal jantung kanan, regurgitasi tricuspid
d. Nilai kurang dari normal, mengindikasikan deplesi volume ekstrasel.
Penulisan Hasil Pemeriksaan JVP: 5+2
Referensi
Bickley, LS. Szilagyi PG. Bates’ Guide to Physical Examination and History Taking, 10th ed. Lippincott Williams & Wilkins, 2009; p 265 – 266.
- Palpasi Arteri Karotis Dan Deteksi Bruit Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan: Menilai denyut arteri karotis dan mendeteksi bruit di arteri Alat dan Bahan: stetoskop
Teknik Pemeriksaan
a. Palpasi arteri karotis pada bagian ventral dari otot sternikleidomastoideus kanan dan kiri
b. Palpasi dilakukan secara bergantian antara kanan dan kiri
c. Lakukan penilaian.
d. Dengarkan thrill dan bruit pada arteri karotis dengan menggunakan stetoskop.
e. Letakkan stetoskop pada daerah arteri karotis, minta pasien untuk menahan napasnya agar auskultasi terdengar jelas dan tidak tersamarkan oleh bunyi napas.
Analisis Hasil Pemeriksaan
a. Gambaran nadi yang terjadi menyerupai gelombang nadi yang terjadi pada arteri radialis.
b. Pulsasi karotis yang berlebihan dapat timbul karena tekanan nadi yang besar, misalnya pada insufiensi aorta ditandai dengan naik dan turunnya denyut berlangsung cepat.
c. Bunyi jantung yang terdengar pada auskultasi arteri karotis tidak dianggap sebagai bruit.
d. Bruit arteri karotis dengan atau tanpa thrill pada orang tua atau usia pertengahan menandakan namun tidak membuktikan adanya penyempitan arteri.
e. Murmur aorta dapat menjalar hingga arteri karotis dan terdengar seperti bruit.
Referensi
Bickley, LS. Szilagyi PG. Bates’ Guide to Physical Examination and History Taking, 10th ed. China: Lippincott Williams & Wilkins, 2009; p 267-268
- Pemeriksaan Trendelenburg Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan: Menilai ada tidaknya vena varikosa Alat dan Bahan: -
Teknik Pemeriksaan
a. Minta pasien untuk berbaring.
b. Elevasi tungkai 90⁰ untuk mengosongkan vena.
c. Oklusi vena savena magna pada paha bagian atas dengan kompresi manual, menggunakan tekanan yang cukup untuk menekan vena superficial namun tidak menekan vena dalam.
d. Minta pasien untuk berdiri dengan tetap mengoklusi vena.
e. Amati pengisian vena pada tungkai. Normalnya, vena superficial terisi dari bawah dan memakan waktu sekitar 35 detik.
f. Setelah pasien berdiri selama 20 detik, lepaskan kompresi dan lihat adanya tambahan pengisian vena.
Analisis Hasil Pemeriksaan
a. Normalnya, pengisian vena superfisial memakan waktu sekitar 35 detik.
b. Pengisian vena yang cepat saat vena superfisial dioklusi menandakan inkompetensi vena-vena komunikans,
c. Adanya pengisian vena mendadak setelah kompresi dilepas menandakan inkompetensi katup-katup vena pada vena saphena.
Pelaporan
a. Negatif-negatif: hasil normal.
b. Kedua langkah abnormal: positif-positif.
c. Respons negative-positif dan positif-negatif juga dapat ditemukan
Referensi
a. Bickley, LS. Szilagyi, PG. Bates’ Guide to Physical Examination and History Taking, 8th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2007.
b. Anonymous. Undervisningsmateriell [internet]. 2008 July [cited 2014 March 23]. Available from: http://folk.uio.no/arnewes/undervisning/
- Palpasi Denyut Arteri Ekstremitas Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan: Menilai sirkulasi perifer Alat dan Bahan: -
Teknik Pemeriksaan
a. Pasien dalam posisi terlentang.
b. Amati pola pembuluh darah vena.
c. Amati warna kulit dan nail beds serta tekstur kulit.
d. Palpasi kedua sisi ekstrimitas pasien. Nilai suhu dan adanya edema. (pemeriksaan edema lihat ke general survey).
e. Palpasi arteri-arteri ekstrimitas pasien. Palpasi arteri radialis
-
Letakkan ujung-ujung jari pemeriksa pada permukaan fleksor lateral pergelangan tangan.
-
Fleksikan perelangan tangan pasien untuk membantu perabaan arteri.
-
Bandingkan pulsasi di kedua lengan.
Palpasi arteri brachialis
-
Fleksikan sedikit siku pasien.
-
Dengan ibu jari tangan yang satu lagi, palpasi arteri brachialis pasien pada bagian medial tendon biseps.
-
Bandingkan pulsasi pada kedua lengan.
Palpasi arteri femoralis
-
Lakukan penekanan dalam di bawah ligamentum inguinalis, antara SIAS dan simfisis pubis.
-
Penggunaan dua tangan, satu diatas yang lainnya, membantu palpasi ini terutama pada orang gemuk.
Palpasi arteri poplitea
-
Fleksikan lutut pasien dan minta pasien untuk melemaskan otot tungkainya.
-
Letakkan ujung-ujung jari kedua tangan sehingga mereka bertemu pada garis tengah di belakang lutut dan tekan dalam ke fossa poplitea.
-
Jika pulsasi tidak dapat teraba, minta pasien tidur tengkurup.
-
Fleksikan tungkai pasien sekitar 90⁰C, senderkan tungkai bawah pasien pada bahu atau lengan atas pemeriksa, minta pasien untuk melemaskan tungkainya.
-
Tekan kedua ibu jari ke arah dalam fossa poplitea. Palpasi arteri dorsalis pedis
-
Palpasi dorsum pedis pada bagian lateral tendon ekstensor jari jempol.
-
Jika pulsasi tidak teraba, raba bagian dorsum pedis lebih ke lateral.
Palpasi arteri tibialis posterior
Tekuk jari-jari anda ke belakang dan agak ke bawah malleolus lateralis pergelangan kaki. Denyut arteri ini sulit teraba pada pasien dengan edema tungkai.
f. Yang perlu dinilai, yaitu: kekuatan pulsasi, kondisi pembuluh darah, diameter pembuluh darah.
g. Menilai capillary refill time. Gunakan jari tangan pemeriksa untuk menekan ujung-ujung jari pasien sampai berubah warna menjadi putih selama 5 detik. Kemudian lepaskan, dan hitung waktu yang diperlukan untuk kembali berwarna pink.
Analisis Hasil Pemeriksaan
a. Warna kulit:
-
Warna coklat atau ulkus tepat diatas pergelangan kaki menandakan insufisensi vena kronik.
-
Kulit tebal kecoklatan ditemukan pada lymphedema dan insufisiensi vena tingkat lanjut.
b. Suhu:
-
Rasa dingin pada perabaan ekstrimitas yang ditemukan unilateral, disertai dengan gejala lain dapat menandakan adanya insufisensi arteri dari sirkulasi arteri yang tidak adekuat.
-
Pembengkakan lokal disertai kemerahan dan rasa hangat pada perabaan dapat menandakan thrombophlebitis superfisial.
c. Kekuatan pulsasi
Teraba kuat, teraba lemah, tidak teraba.
Bounding pada arteri karotis, radialis, dan femoralis ditemukan pada insufisiensi aorta. Hilangnya pulsasi secara asimetris disebabkan oleh oklusi akibat emboli atau aterosklerosis.
Hilang atau tidak adanya denyut mengindikasikan oklusi total atau parsial pada daerah proksimal.
Tabel 13. Kekuatan pulsasi
Sistem penilaian amplitudo pulsasi arteri
**3+**Meningkat
1+ Menghilang, lebih lemah dari yang diharapkan
d. Kondisi pembuluh darah dalam kondisi normal, pembuluh darah teraba kenyal dan dapat ditekan dengan mudah. Namun
apabila terjadi arterosklerosis yang meluar pembuluh darah akan teraba kaku dan keras.
e. Vena-vena yang menonjol pada edema menandakan obstruksi vena.
f. Lebar pembuluh darah.
Pembuluh darah melebar pada aneurisma.
g. Arteri dorsalis pedis dapat tidak terbentuk karena anomali congenital.
h. Pada oklusi arteri yang terjadi tiba-tiba, ujung ekstrimitas ditemukan menjadi pucat, dingin, dan denyut tidak dapat diraba. Pasien mengeluhkan nyeri, kebal, dan rasa kesemutan.
i. Capillary refill time
j. Normalnya perubahan warna dari putih menjadi pink setelah penekan dilepaskan akan terjadi dalam waktu kurang dari 3 detik. Jika kembali warna lebih lama, mengindikasikan adanya gangguan sirkulasi lokal atau sistemik.
Referensi
a. Bickley, LS. Szilagyi PG. Bates’ Guide to Physical Examination and History Taking_,_ 10th ed. China: Lippincott Williams & Wilkins, 2009; p 450-454
b. Rao VR. Clinical examination in cardiology. New Delhi: Elsevier, 2007.
- Elektrokardiografi (Ekg) Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan: Mengetahui aktifitas elektrik jantung Alat dan Bahan
a. Mesin EKG yang dapat merekam 12 lead
b. 10 lead EKG (4 lead kaki, 6 lead dada): harus terhubung dengan mesin
c. Elektroda EKG
d. Pisau cukur
e. Alcohol
f. Water based gel
g. Alat tulis Teknik Pemeriksaan
a. Memperkenalkan diri, konfirmasi identitas pasien, jelaskan prosedur dan mendapatkan izin secara verbal.
b. Posisikan pasien pada posisi yang nyaman (duduk atau tidur) dengan bagian atas badan, kaki dan badan terlihat.
c. Membersihkan lokasi yang akan dipasang elektroda dengan mencukur rambut dan membersihkan kulit dengan alkohol untuk mencegah hambatan hantaran gelembong elektrik.
d. Memberikan gel pada lokasi penempelan elektroda.
e. Masing-masing elektroda dipasang dengan menempelkan atau penjepitan bantalan atau ujung elektroda pada kulit pasien. Bantalan elektroda biasa diberi label dan berbeda dari segi warna untuk mencegah kesalahan pemasangan.
f. Lokasi pemasangan elektroda ekstremitas secara umum:
-
Tangan kanan: merah
-
Tangan kiri: kuning
-
Kaki kanan: hijau
-
Kaki kiri: hitam
g. Lokasi pemasangan elektroda precordial
-
V1 : ICS 4 tepat disebelah kanan sternum
-
V2 : ICS 4 tepat di sebelah kiri sternum
-
V3 : garis tengah antara V2 dan V4
-
V4 : ICS 5 garis midklavikula sinistra
-
V5 : garis aksilaris anterior sinistra, sejajar dengan V4
-
V6 : garis midaksilaris, sejajar dengan V4
h. Setelah terpasang, nyalakan mesin EKG, mengoperasikan sesuai prosedur tetap sesuai jenis mesin EKG (manual atau otomatis).
i. Cek kalibrasi dan kecepatan kertas (1 mV harus digambarkan dengan defleksi vertikal sekitar 10 mm dan kecepatan kertas 25 mm/detik atau setara dengan 5 kotak besar/detik).
j. Memastikan nama pasien, catat tanggal dan waktu pencatatan.
k. Setelah hasil didapatkan, lepaskan elektroda yang terpasang.
Analisis Hasil Pemeriksaan
a. Sinus atau tidak.
Irama sinus yaitu selalu ada satu gelombang P yang diikuti oleh satu komplek QRS dan satu gelombang T.
Gambar 72. Irama sinus
b. Irama regular atau aritmia/disritmia.
Caranya adalah memperhatikan gelombang R. jarak antar gelombang R atau R-R harus sama. Atau jarak gelombang P-P harus sama untuk sebuah EKG yang normal.
c. Menghitung heart rate (HR).
- Menggunakan kotak sedang/besar
Khusus untuk EKG dengan irama regular. Rumusnya 300 dibagi jumlah kotak sedang dari interval RR.
- Menggunakan kotak kecil
Khusus untuk EKG dengan irama regular. Rumusnya 1500 dibagi jumlah kotak kecil antara RR interval.
- Menggunakan 6 detik
Dapat digunakan untuk irama regular maupun irregular. Hitung kompleks QRS dalam 6 detik (biasanya di lead II). Jumlah kompleks QRS yang ditemukan dikalikan dengan 10.
Gambar 73. Perhitungan irama jantung
d. Lihat axis
Batas normal sumbu jantung berada antara -30° sampai +90°. Jika lebih besar dari -30° maka deviasi ke kiri, dan jika lebih besar dari +90° maka sumbu jantung deviasi ke kanan.
e. Gelombang P
Analisis adakah kelainan dari gelombang P. lihat pula bentuknya apakah P mitral atau P pulmonal. Normalnya tinggi tidak lebih dari 3 kotak kecil, lebar tidak lebih dari 3 kotak kecil, positif kecuali di AVR, gelombang simetris.
Gambar 74. A. Gambaran P mitral dan P bifasik; B. Gambaran P pulmonal
f. PR interval
PR interval normal adalah 0,12-0,2 detik. Jika PR interval memanjang curiga sebagai suatu block jantung.
Gambar 75. PR interval
g. Gelombang Q
Lebar gelombang Q normal kurang dari 0,04 detik, tinggi kurang dari 0,1 detik. Keadaan patologis dapat dilihat dari panjang gelombang Q >1/3 R, ada QS pattern dengan gelombang R tidak ada. Adanya gelomang Q patologis ini menunjukkan adanya old miocard infark.
h. QRS kompleks
Adanya kelainan kompleks QRS menunjukkan adanya kelainan pada ventrikel (bisa suatu block saraf jantung atau kelainan lainnya). Lebar jika aliran listrik berasal dari ventrikel atau terjadi blok cabang berkas. Normal R/S = 1 di lead V3 dan V4. Rotasi menurut arah jarum jam menunjukkan penyakit paru kronik. Artinya gelombang QRS menjadi berbalik. Yang tadinya
harus positif di V5 dan V6 dan negative di V1 dan V2 maka sekarang terjadi sebaliknya.
Gambar 76. QRS interval
i. Segmen ST
Segmen ST normal di V1-V6 bisa naik 2 kotak kecil atau turun 0,05 kotak kecil. Patologis: elevasi (infark miokard akut atau pericarditis), depresi (iskemia atau terjadi setelah pemakaian digoksin).
Gambar 77. A. EKG normal, B. ST Elevasi, C. ST depresi
j. Gelombang T
Gelombang T normal = gelombang P. Gelombang ini positif di lead I, II, V3-V6 dan negatif di AVR.
Patologis:
-
Runcing: hiperkalemia
-
Tinggi lebih dari 2/3 R dan datar: hipokalemia
-
Inversi: bisa normal (di lead III, AVR, V1, V2 dan V3 pada orang kulit hitam) atau iskemia, infark, RVH dan LVH, emboli paru, sindrom WPW, blok berkas cabang.
k. Kriteria untuk membantu diagnosis LVH (left ventricle hypertrophy): Jumlah kedalaman gelombang S pada V1ditambah dengan ketinggian gelombang R pada V5 atau V6 lebih dari 35 mm, atau; gelombang R di V1 11-13 mm atau lebih, atau; ST depresi diikuti inversi T dalam dan luas, atau; Left axis deviation (LAD), atau; gelombang P yang lebar pada lead ekstrimitas atau gelombang P bifasik pada V1.
l. Gelombang R yang lebih besar disbanding gelombang S pada V1menandakan namun tidak mendiagnosis RVH (right ventricle hypertrophy); Gelombang R yang lebih tinggi pada lead prekordial kanan; right axis deviation; inverse gelombang T pada lead prekordial menandakan RVH.
Gambar 78. Kompleks QRS di V1 dan V6 ada pasien normal, LVH, dan RVH
m. Atrial Flutter Ciri cirinya:
-
Irama teratur
-
Ciri utama yaitu gelombang P yang mirip gigi gergaji
-
Komplek QRS normal, interval PR normal
Gambar 79. Atrial flutter
n. Atrial fibrilasi
-
Frekuensi denyut sangat cepat hingga 350-600 kali per menit.
-
Gelombang berombak ireguler menggantikan gelombang P yang normal. Gelombang ini disebut f waves.
Gambar 80. Atrial fibrilasi
o. Ventrikular takikardi dan Ventrikular flutter Ciri-cirinya:
-
Irama regular
-
Frekuensi 100-250 x/menit
-
Tidak ada gelombang P
-
Komplek QRS lebar atau lebih dari normal
-
VT yang sangat cepat dengan sine-wave appearance disebut ventricular flutter.
Gambar 81. Ventricular takikardi
Gambar 82. Ventrikular fibrilasi
p. Ventrikular ekstra sistol Ciri-cirinya:
-
Munculnya pada gambaran EKG dimana saja
-
Denyut dari ventrikel yang jelas sekali terlihat
-
Denyut ini bisa ke arah defleksi positif atau negatif, tergantung di lead mana kita melihat.
Gambar 83. Perbedaan ventricular premature beat (atas) dan atrial premature beat (bawah)
q. Akut miokard infark
-
Fase akut yaitu ditandai dengan ST segmen elevasi yang sudah disertai atau tidak dengan gelombang Q patologis. Fase ini terjadi kurang lebih dari 0-24 jam.
-
Fase early evolution, yaitu ditandai masih dengan elevasi segmen ST tapi gelombang T mulai inverted. Proses ini terjadi antara 1 hari sampai beberapa bulan.
-
Fase old infarck, yaitu gelombang Q yang menetap disertai gel T kembali ke normal. Proses ini dimulai dari beberapa bulan MI sampai dengan tahun dan seumur hidup.
Berikut daftar lead yang mengalami kelainan dan tempat dicurigai kelainan tersebut :
-
I, III, AVF: inferior
-
V1-V2: lateral kanan
-
V3-V4: septal atau anterior
-
I, AVL, V5-V6: lateral kiri
-
V1-V3: posterior
Gambar 84. Evolusi segmen ST pada infark miokard inferior. A. fase akut infark miokard: ST elevasi; B. fase perubahan ditandai dengan T inverted dalam; C. revolving phase, regresi parsial atau total segmen ST, terkadang timbul gelombang Q
r. Blok AV:
- Blok AV derajat I:
Interval PR yang memanjang pada seluruh lead.
- Blok AV derajat II:
a) Mobitz tipe I (wenckebach): pemanjangan interval PR yang progresif diikuti gelombang P nonkonduktif; PR interval kembali memendek setelah denyut non konduktif.
Gambar 85. Mobitz tipe I
b) Mobitz tipe II: kegagalan konduksi mendadak tanpa ada kelainan interval PR sebelumnya.
Gambar 86. Mobitz tipe II
- Blok AV derajat III: terdapat gelombang P, dengan denyut atrial lebih cepat dari denyut ventricular; terdapat kompleks QRS dengan frekuensi ventrikuler yang lambat (biasanya tetap); gelombang P tidak berhubungan dengan kompleks QRS, dan interval PR sangat bervariasi karena hubungan listrik atrium dan ventrikel terputus.
Gambar 87. AV blok derajat III
Referensi
a. Bickley, LS. Szilagyi PG. Bates’ Guide to Physical Examination and History Taking, 10th Ed. China: Lippincott Williams & Wilkins, 2009.
b. Goldberger AL. Clinical electrocardiography a simplified approach. 7th ed. Philadelphia: Mosby Elsevier, 2005.