Sistem Ginjal dan Saluran Kemih
- Pemeriksaan Fisik Ginjal dan Saluran Kemih Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan
a. Menilai ukuran dan kontur ginjal
b. Menilai apakah terdapat proses inflamasi pada ginjal
c. Menilai kemungkinan terdapat batu dan pielonefritis
d. Menilai tinggi kandung kemih di atas simfisis pubis
Alat dan Bahan: -
Teknik Pemeriksaan
a. Jelaskan kepada pasien prosedur dan tujuan pemeriksaan.
b. Posisikan pasien berbaring dengan rileks.
c. Ekspos bagian abdomen dari daerah prosesus sipoideus sampai dengan simpisis pubis.
d. Pemeriksa berdiri di sisi kanan pasien. Untuk melakukan palpasi ginjal kiri, pemeriksa sebaiknya berdiri di sisi kiri pasien.
e. Letakkan tangan kanan di bawah pinggang pasien tepat di bawah kosta ke-12 dan jari-jari tangan menyentuh sisi bawah sudut kostovertebra. Kemudian dorong ginjal ke arah anterior.
f. Tangan kiri diletakkan di kuadran kiri atas abdomen.
Gambar 101. Posisi tangan saat pemeriksaan bimanual ginjal
g. Minta pasien untuk bernapas dalam, saat pasien inspirasi maksimal, tekan abdomen tepat di bawah kosta untuk menilai ginjal, saat ginjal ada di antara kedua tangan pemeriksa. Nilai ukuran dan kontur ginjal.
h. Kemudian minta pasien untuk menghembuskan napas perlahan sambil tangan pemeriksa dilepaskan secara perlahan.
i. Lakukan cara yang sama untuk menilai ginjal kanan, dengan pemeriksa berdiri di sisi sebelah kanan pasien.
Penilaian Tinggi Kandung Kemih
a. Pasien dalam posisi berbaring.
b. Lakukan palpasi di atas simfisis pubis, kemudian perkusi untuk menentukan seberapa tinggi kandung kemih di atas simfisis pubis.
Pemeriksaan Nyeri Ketok Ginjal
a. Pasien dalam posisi duduk, pemeriksa berdiri di sisi ginjal yang akan di periksa.
b. Jelaskan kepada pasien tindakan yang akan dilakukan.
c. Letakkan tangan kiri di sudut kostovertebra, terkadang penekanan oleh jari-jari tangan sudah dapat menimbulkan nyeri.
d. Lakukan perkusi dengan mengepalkan tangan kanan untuk memberi pukulan di atas tangan kiri di pinggang pasien. Berikan pukulan sedang, yang tidak akan menimbulkan nyeri pada orang normal.
Gambar 102. Posisi tangan saat melakukan ketok CVA
Analisis Hasil Pemeriksaan
a. Pada kondisi normal, ginjal kanan dapat teraba, khususnya pada orang yang kurus. Sedangkan ginjal kiri jarang dapat teraba.
b. Secara normal, kandung kemih tidak teraba.Dalam keadaan distensi, kandung kemih dapat teraba di atas simfisis pubis.
Referensi
Bickley, LS & Szilagyi PG 2009, Bates’ Guide to Physical Examination and History Taking, 10th edn, Lippincott Williams & Wilkins, China, h. 343.
- PEMASANGAN KATETER URETRA
Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan: mampu melakukan pemasangan kateter sesuai dengan indikasi dan kompetensi dokter di pelayanan primer.
Alat dan Bahan
a. Bak steril
b. Kateter foley steril (bungkus 2 lapis): untuk dewasa ukuran no. 16 atau 18
Gambar 103. Foley Catheter
c. Handschoon steril
d. Kasa dan antiseptik (povidone iodine)
e. Doek bolong
f. Pelicin – jelly
g. Pinset steril
h. Klem
i. NaCl atau aqua steril
j. Spuit 10 CC
k. Urine bag Teknik Tindakan
a. Lakukan informed consent kepada pasien karena tindakan ini adalah tindakan invasif. Pasien perlu mengetahui bahwa tindakan akan terasa nyeri dan terdapat risiko infeksi dan komplikasi permanen.
b. Persiapkan alat dan bahan steril dalam bak steril (termasuk mengeluarkan kateter dari bungkus pertamanya).
c. Lakukan tindakan aseptik antiseptik dengan:
-
Mencuci tangan menggunakan antiseptik
-
Menggunakan sarung tangan steril
-
Melakukan desinfeksi meatus eksternus, seluruh penis, skrotum dan perineum
-
Melakukan pemasangan doek bolong
d. Keluarkan kateter dari bungkus keduanya.
e. Masukkan jelly ke dalam spuit tanpa jarum, semprotkan ke uretra. Tutup meatus agar jelly tidak keluar.
f. Ambil kateter dengan memegang ujung kateter dengan pinset, sedangkan pangkal kateter (bagian yang bercabang) dibiarkan atau dikaitkan pada jari manis dan kelingking.
g. Masukkan kateter secara perlahan.
Gambar 104. Teknik memasukkan kateter pada pria
h. Bila pada saat memasukkan kateter terasa tertahan, pasien diminta untuk menarik napas dalam dan relaks. Kemudian tekan beberapa menit sehingga kateter berhasil melewati bagian tersebut.
i. Bila telah sampai di vesika, kateter akan mengeluarkan urin.
j. Klem terlebih dahulu kateter, kemudian masukkan sisa kateter hingga batas percabangan pada pangkal kateter.
k. Masukkan NaCl atau aqua steril menggunakan spuit tanpa jarum, melalui cabang untuk mengembangkan balon kateter dan balon menutup orifisium. Tarik sisa kateter.
l. Klem kateter dihubungkan dengan kantung urin, kemudian buka klemnya.
m. Lakukan fiksasi pada paha atau inguinal.
n. Nilai urin dan jumlah yang dikeluarkan setelah kateter dipasang.
Analisis/ Interpretasi
Indikasi pemasangan kateter, yaitu:
a. Untuk menegakkan diagnosis
-
Mengambil contoh urin wanita untuk kultur.
-
Mengukur residual urin pada pembesaran prostat.
-
Memasukkan kontras seperti pada sistogram.
-
Mengukur tekanan vesika urinaria pada sindroma kompartemen abdomen
-
Mengukur produksi urin pada penderita shock untuk melihat perfusi ginjal
-
Mengetahui perbaikan atau perburukan trauma ginjal dengan melihat warna urin
b. Untuk terapi
-
Mengeluarkan urin pada retensi urin
-
Mengirigasi/bilas vesika setelah operasi vesika, tumor vesika atau prostat
-
Sebagai splint setelah operasi uretra pada hipospadia
-
Untuk memasukkan obat ke vesika pada karsinoma vesika
Kateter tertahan pada bagian uretra yang menyempit, yaitu di sphincter, pars membranacea uretra atau bila ada pembesaran pada BPH (Benign Prostate Hypertrophy).
Jika kateter tertahan tidak dapat diatasi hanya dengan menarik napas dalam dan relaks, teknik lainnya dapat dilakukan dengan:
a. Memberikan anestesi topikal untuk membantu mengurangi nyeri dan membantu relaksasi.
b. Menyemprotkan gel melalui pangkal kateter.
c. Melakukan masase prostat dengan colok dubur (oleh asisten).
d. Mengganti kateter dengan yang lebih kecil atau kateter Tiemann yang ujungnya runcing.
e. Melakukan sistostomi bila vesika penuh , kemudian ulangi lagi pemasangan kateter.
Untuk perawatan kateter yang menetap, pasien diminta untuk:
a. Banyak minum air putih.
b. Mengosongkan urine bag secara teratur.
c. Tidak mengangkat urine bag lebih tinggi dari tubuh pasien.
d. Membersihkan darah, nanah, sekret periuretra dan mengolesi kateter dengan antiseptik secara berkala.
e. Ke dokter kembali agar mengganti kateter bila sudah menggunakan kateter dalam 2 minggu.
Referensi
a. S. Vahr, H. Cobussen-Boekhorst et al. Catheterisation – Urethral intermittent in adults – Dilatation, urethral intermittent in adults. EAUN Good Practice in Health Care. 2013.
b. http://www.osceskills.com/e-learning/subjects/urethral- catheterisation-male/