Sistem Gastrohepatobilier
- Pemeriksaan Mulut dan Tenggorokan (Tonsil) Tingkat keterampilan: 4A
Tujuan: menilai kondisi bibir, mulut, lidah, gigi, gusi, palatum, mukosa pipi, dan tonsil
Alat dan Bahan
a. Sarung tangan
b. Spatula
c. Kaca mulut
d. Kain kasa Teknik Pemeriksaan
a. Minta pasien duduk dengan nyaman di kursi periksa.
b. Jelaskan kepada pasien prosedur dan tujuan pemeriksaan.
c. Lakukan cuci tangan dan gunakan sarung tangan.
d. Jika pasien menggunakan gigi palsu, minta pasien untuk melepasnya terlebih dahulu.
e. Lakukan inspeksi pada bibir, perhatikan warna, kelembaban, apakah simetris, terdapat deformitas, luka atau penebalan.
f. Lakukan inspeksi pada mukosa oral dan gusi dengan pencahayaan yang cukup dan spatula lidah. Perhatikan warna, ulserasi, bercak, dan nodul. Jika pada inspeksi ditemukan adanya benjolan, perhatikan apakah benjolan tunggal atau multipel, kemudianlakukan palpasi, perhatikan ukuran, konsistensi, permukaan, mobilitas, batas dan nyeri tekan.
g. Lakukan inspeksi pada gigi, perhatikan apakah ada gigi yang tanggal, warna gigi, disposisi, atau ada gigi yang patah. Gunakan kaca mulut untuk melihat gigi belakang atau atas.
h. Minta pasien untuk menjulurkan lidah. Lakukan inspeksi pada lidah, perhatikan warna dan tekstur lidah, apakah terdapat nodul, ulserasi, atau lesi lainnya. Kemudian pegang lidah pasien menggunakan tangan kanan, lakukan palpasi, perhatikan apakah terdapat indurasi atau penebalan.
Gambar 88. Palpasi lidah pasien
i. Minta pasien membuka mulut dengan lidah tidak terjulur. Kemudian minta pasien untuk mengatakan ‘ahh’, perhatikan faring, uvula, dan tonsil. Perhatikan perubahan warna dan apakah terdapat eksudat, ulserasi, bengkak, atau pembesaran tonsil.
j. Pemeriksaan selesai, lepaskan sarung tangan dan lakukan cuci tangan.
Analisis Hasil Pemeriksaan
Simpulkan hasil temuan secara deskriptif dan kaitkan dengan kemungkinan diagnosis.
Referensi
Bickley, LS & Szilagyi PG 2009, Bates’ Guide to Physical Examination
and History Taking, 10th edn, Lippincott Williams & Wilkins, China,
hh. 160-162.
- Pemeriksaan Fisik Abdomen Tingkat keterampilan: 4A Jenis Keterampilan
a. Inspeksi abdomen
b. Auskultasi
c. Perkusi
d. Palpasi (dinding perut, kolon, hepar, lien, aorta, rigiditas dinding perut, nyeri tekan, dan nyeri lepas tekan)
Tujuan: Untuk menilai organ dalam abdomen Alat dan Bahan: Stetoskop
Teknik Pemeriksaan Inspeksi abdomen
a. Minta atau posisikan pasien berbaring dengan rileks.
b. Minta pasien untuk membuka pakaian sehingga area mulai dari prosesus sifoideus hingga simfisis pubis nampak.
c. Pemeriksa berada di sisi sebelah kanan pasien.
d. Lakukan identifikasi abdomen dalam 4 atau 9 regio seperti pada gambar.
Gambar 89. Pembagian regio abdomen
e. Perhatikan pada kulit apakah terdapat luka atau bekas luka, parut, striae, dilatasi vena, perubahan warna, deformitas, atau lesi lainnya.
f. Perhatikan kontur abdomen, apakah datar, buncit, skafoid, atau terdapat benjolan pada lokasi tertentu.
g. Perhatikan pada umbilikus apakah terdapat bulging yang dicurigai ke arah hernia, atau adanya tanda-tanda inflamasi.
h. Perhatikan apakah nampak gerakan peristaltik , dan pulsasi aorta pada epigastrium.
Auskultasi abdomen
a. Auskultasi abdomen dengan menggunakan stetoskop secara sistematis dan menyeluruh dengan menilai suara peristaltik usus. Identifikasi adanya bising usus yang patologis seperti metallic sound.
b. Identifikasi pula bising arteri dan aorta, untuk mendapatkan gambaran seperti pada penyempitan ataupun aneurisma aorta abdominalis.
Perkusi Abdomen
a. Lakukan perkusi superfisial. Letakkan tangan kiri di atas permukaan abdomen, jari tengah tangan kanan mengetuk bagian dorsal dari ruas kedua jari tengah tangan kanan. Lakukan perkusi secara sistematis pada setiap regio hingga mencakup seluruh dinding abdomen. Nilai perubahan suara dan nyeri ketok pada permukaan abdomen.
Gambar 90. Posisi tangan saat perkusi
b. Lakukan perkusi untuk menilai ukuran hepar. Lakukan perkusi pada garis midklavikularis kanan. Untuk menentukan batas bawah hepar, lakukan perkusi dari bawah umbilikus ke arah hepar, perhatikan perpindahan bunyi dari timpani ke pekak. Untuk menentukan batas atas hepar, lakukan perkusi sejajar garis midkavikula ke arah hepar, perhatikan perpindahan bunyi sonor paru ke bunyi pekak. Untuk menilai peranjakan hepar, setelah mendapatkan perubahan batas atas hepar, pasien diminta untuk menarik napas dan menahan kemudian lakukan perkusi untuk menilai pergeseran batas paru-hepar dalam keadaan inspirasi. Peranjakan hepar normal berkisar antara 2-3 cm.
Palpasi Abdomen
a. Minta pasien berbaring dengan tungkai lurus. Lakukan palpasi permukaan dengan menggunakan jari-jari tangan dengan lembut, agar pasien tetap rileks. Palpasi dilakukan di seluruh lapang abdomen untuk menilai apakah terdapat massa, distensi, spasme otot abdomen, atau nyeri tekan.
Gambar 91. Palpasi permukaan abdomen
b. Minta pasien untuk menekuk lutut. Lakukan palpasi dalam dengan menggunakan jari-jari tangan, untuk menilai setiap organ di dalam abdomen. Identifikasi adanya massa: lokasi, ukuran, bentuk, konsistensi, pulsasi, fiksasi dan nyeri tekan.
Gambar 92. Palpasi dalam abdomen
c. Jika pasien mengeluhkan nyeri, minta pasien batuk untuk menentukan letak nyeri, kemudian lakukan palpasi menggunakan satu jari untuk menentukan lokasi nyeri.
d. Tentukan lokasi nyeri jika terdapat nyeri tekan atau nyeri lepas, lakukan dengan menekan area nyeri secara perlahan, kemudian lepaskan dengan cepat. Perhatikan wajah pasien dan dengarkan suara pasien untuk melihat apakah pasien kesakitan saat dilakukan pemeriksaan.Palpasi hepar untuk menilai kontur hepar: nilai lobus kanan hepar dengan meletakkan tangan kiri pemeriksa di bawah tulang iga ke-11 dan 12 kanan. Minta pasien untuk menarik napas panjang secara periodik, kemudian palpasi dengan menggunakan tangan kanan ke arah superior setiap pasien melakukan inspirasi hingga teraba pinggir hepar Nilai pinggir hepar (tajam atau tumpul), permukaan hepar (rata, berbenjol, atau terdapat nodul), konsistensi (keras atau lunak), ukuran hepar (dengan menilai jarak pinggir hepar dari arcus costae pada lobus kanan atau jarak dari prosesus xifoideus pada lobus kiri), dan nyeri tekan.
Gambar 93. Palpasi hepar
e. Untuk menilai limpa, letakkan tangan kiri pemeriksa di bawah tulang iga kiri, sehingga teraba jaringan lunak, kemudian dorong ke atas agar limpa terangkat dan lebih mudah untuk diraba. Tangan kanan melakukan palpasi dimulai pada daerah SIAS kanan menuju arcus costae kiri atau ke arah tangan kiri. Tekan secara lembutpada saat pasien inspirasi. Nilai ukuran limpa dengan proyeksi garis Schuffner yang terbentang dari arcus costae kiri hingga SIAS kanan. Pembersaran limpa yang teraba hingga umbilikus setara dengan Schuffner IV, sedangkan pembesaran limpa hingga SIAS kanan setara dengan Schuffner VIII. Kemudian lakukan penilaian konsistensi dan nyeri tekan.
Gambar 94. Palpasi limpa Analisis Hasil Pemeriksaan
a. Buncit atau tampak melebar ke samping menunjukkan ada asites, bulging pada daerah suprapubik menunjukkan
kemungkinan distensi kandung kemih atau uterus pada kehamilan.
b. Jika abdomen tampak asimetris ada kemungkinan penonjolan akibat massa intra abdomen.
c. Gerakan peristaltik pada orang yang sangat kurus secara normal dapat terlihat. Meningkatnya peristaltik dapat terjadi pada obstruksi intestinal hingga nampak pada dinding abdomen.
d. Peningkatan pulsasi aorta pada epigastrium dapat terjadi pada aneurisma aorta
e. Terabanya spasme otot abdomen mengindikasikan terjadinya rangsangan peritoneum
f. Massa intra abdomen dapat dikelompokan sebagai kondisi fisiologis karena kehamilan, ataupun patologis seperti inflamasi pada diverticulitis kolon, vascular pada aneurisma aorta, neoplasma pada kanker kolon, obstruktif pada distensi kandung kemih, atau penyakit lainnya.
g. Bila pada saat dilakukan pemeriksaan nyeri lepas, pasien menyatakan lebih nyeri saat tangan pemeriksa dilepas daripada saat ditekan, menunjukan terdapatnya rangsangan peritoneal.
h. Simpulkan hasil inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, dan sesuaikan dengan kemungkinan diagnosis.
Referensi
Bickley, LS & Szilagyi PG 2009, Bates’ Guide to Physical Examination
and History Taking, 10th edn, Lippincott Williams & Wilkins, China,
hh. 160-162.
- Pemeriksaan Shifting Dullness dan Undulasi Tingkat keterampilan: 4A
Tujuan: Menilai ada tidaknya asites Alat dan Bahan: -
Teknik pemeriksaan
a. Posisikan pasien berbaring dengan nyaman, pemeriksa berdiri di sisi kanan pasien.
b. Minta pasien untuk membuka pakaian sehingga area mulai dari prosesus sifoideus hingga simfisis pubis dapat terlihat.
c. Untuk melakukan shifting dullness, lakukan perkusi dari daerah medial (umbilikus) ke arah lateral kanan. Tentukan dan tandai batas peralihan bunyi timpani ke redup. Kemudian minta pasien untuk miring ke arah kontralateral, tunggu selama ±30 detik, lakukan perkusi kembali dari peralihan bunyi dari batas yang telah kita tandai sebelumnya.
Gambar 95. Shifting dullness
d. Untuk melakukan teknik undulasi, minta orang lain atau pasien sendiri untuk meletakkan kedua tangannya di tengah abdomen, vertikal sejajar garis tengah tubuh. Kemudian pemeriksa meletakan tangan di kedua sisi abdomen pasien. Lakukan ketukan pada satu sisi, dan tangan yang lain merasakan apakah terdapat gelombang cairan (undulasi) yang datang dari arah ketukan.
Gambar 96. Pemeriksaan gelombang cairan
Analisis Hasil Pemeriksaan
a. Jika terdapat asites, pada pemeriksaan shifting dullness, didapatkan bunyi redup saat perkusi pertama akan berubah menjadi timpani saat pasien kita miringkan ke salah satu sisi.
b. Pada pemeriksaan undulasi, bisa menunjukkan hasil positif jika akumulasi cairan sudah banyak, dan dapat positif pada pasien tanpa asites.
Referensi
Bickley, LS & Szilagyi PG 2009, Bates’ Guide to Physical Examination
and History Taking, 10th edn, Lippincott Williams & Wilkins, China,
hh. 160-162.
- Pemeriksaan Fisik Untuk Mendiagnosis Apendisitis Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan
Melakukan pemeriksaan fisik abdomen pada pasien yang diduga menderita apendisitis
Alat dan Bahan: -
Teknik Tindakan
a. Minta pasien untuk menunjuk bagian yang terasa nyeri. Kemudian minta pasien untuk batuk dan tentukan asal dan penjalaran nyeri.
b. Cari daerah yang mengalami nyeri lokal.
c. Raba untuk menilai adanya rigiditas muscular
d. Lakukan pemeriksaan rektum (lihat Bagian Colok Dubur).
e. Periksa daerah yang mengalami nyeri lepas.
Pemeriksaan Rovsing’s sign
a. Lakukan palpasi dalam pada kuadran kiri bawah abdomen.
b. Lepas tekanan dengan cepat.
Pemeriksaan Psoas sign
a. Letakkan tangan pemeriksa diatas lutut kanan pasien.
b. Minta pasien untuk mengangkat pahanya melawan tangan pemeriksa, atau;
c. Minta pasien untuk berbaring miring ke kiri.
d. Ekstensikan tungkai kanan (sendi panggul kanan) pasien.
e. Fleksi tungkai pada panggul membuat m. psoas berkontraksi; ekstensi meregangkan m. psoas.
Pemeriksaan obturator sign
a. Fleksikan paha kanan pasien pada panggul, dengan lutut ditekuk, dan rotasi internal tungkai pada panggul.
b. Maneuver ini meregangkan m. obturator.
Analisis
a. Nyeri appendisitis biasanya dimulai pada daerah umbilicus, kemudian bergerak ke kuadran kanan bawah. Batuk meningkatkan rasa nyeri.
b. Nyeri setempat pada kuadran kanan bawah, bahkan pada regio
flank kanan, mengindikasikan appendisitis.
c. Nyeri lepas menandakan inflamasi peritoneum, seperti pada appendisitis.
d. Rovsing’s sign positif: Nyeri pada kuadran kanan bawah saat menekan kuadran kiri bawah menandakan appendisitis.
e. Psoas sign positif menandakan iritasi muskulus psoas karena appendiks yang inflamsi.
f. Nyeri hipogastrik kanan juga menandakan obturator sign positif yang disebabkan oleh inflamasi appendiks.
Referensi
Bickley, LS. Szilagyi PG. Bates’ Guide to Physical Examination and
History Taking, 10th Ed. China: Lippincott Williams & Wilkins, 2009.
- Pemeriksaan Inguinal (Hernia) Tingkat keterampilan: 4A Tujuan: Menilai hernia inguinal Alat dan Bahan: Sarung tangan Teknik Pemeriksaan
a. Pasien dalam posisi berdiri dan pemeriksa duduk di depan pasien dengan nyaman.
b. Bebaskan daerah inguinal dan genital untuk pemeriksaan.
c. Perhatikan apakah ada benjolan atau keadaan asimetris di kedua area inguinal.
d.
Untuk pemeriksaan hernia inguinal kanan, gunakan ujung jari telunjuk kanan untuk mencari batas bawah sakus skrotalis, kemudian telunjuk di dorong ke atas menuju kanalis inguinalis.
Gambar 97. Teknik pemeriksaan hernia
e. Telusuri korda spermatikus sampai ke ligamentum inguinal. Setelah itu temukan cincin inguinal eksterna tepat di atas dan lateral dari tuberkel pubis. Palpasi cincin inguinal eksterna dan dasarnya. Minta pasien untuk mengedan atau melakukan valsava maneuver. Cari apakah terdapat benjolan di atas ligamentum inguinal sekitar tuberkel pubis.
f. Cincin eksterna cukup lebar untuk jari pemeriksa dapat terus masuk sampai ke cincin inguinal interna. Minta pasien untuk kembali mengedan atau melakukan valsava maneuver, cari apakah terdapat benjolan di kanalis inguinalis dan dorong benjolan menggunakan ujung jari telunjuk.
g. Untuk pemeriksaan hernia inguinalis kiri, lakukan dengan cara yang sama menggunakan ujung jari telunjuk kiri.
h. Lakukan palpasi untuk menilai hernia femoralis dengan cara meletakkan jari di bagian anterior dari kanalis femoralis. Minta pasien untuk mengedan, perhatikan apakah terdapat pembengkakan atau nyeri.
i. Jika pada pemeriksaan tampak massa pada skrotum, minta pasien untuk berbaring, lakukan penilaian apakah massa menghilang bila pasien berbaring. Jika massa tetap ada saat pasien berbaring, lakukan palpasi pada massa, dan dengarkan menggunakan stetoskop apakah terdapat bising usus pada massa.
Analisis Hasil Pemeriksaan
a. Terdapat benjolan saat inspeksi dapat dicurigai adanya hernia.
b. Teraba benjolan disekitar cincin inguinal eksterna kemungkinan adalah direct inguinal hernia
c. Teraba benjolan disekitar cincin inguinal interna kemungkinan adalah indirect inguinal hernia
d. Bila terdapat massa, perlu analisa kemungkinan diagnosis banding hernia.
Referensi
Bickley, LS & Szilagyi PG 2009, Bates’ Guide to Physical Examination__and History Taking, 10th edn, Lippincott Williams & Wilkins, China,
hh. 160-162.
- Pemasangan NGT Tingkat keterampilan: 4A Tujuan
a. Dekompresi lambung atau drainase isi lambung
b. Akses makanan dan obat-obatan bagi pasien yang tidak dapat makan peroral
c. Diagnostik Alat dan bahan
a. Sarung tangan
b. Handuk untuk menutupi baju pasien
c. Kertas tisu
d. Basin emesis
e. NGT: dewasa ukuran 16 atau18 fr, anak ukuran 10 fr
f. Plester
g. Stetoskop
h. Disposable spuit 50 ml dengan catether tip
i. 1 gelas air minum dengan sedotan
j. Lubricant gel,lebih baik bila mengandung anestesi lokal
Teknik Keterampilan
a. Jelaskan jenis dan prosedur tindakan kepada pasien.
b. Siapkan alat dan bahan. Pilih ukuran tube yang sesuai untuk pasien.
c. Periksa segel dan tanggal kadaluarsa alat yang akan digunakan.
d. Cuci tangan dan mengenakan sarung tangan.
e. Posisikan pasien pada berbaring dengan elevasi 30-45⁰. Lapisi pakaian pasien dengan handuk. Letakkan basin emesis pada pangkuan pasien.
f. Periksa ada tidaknya sumbatan pada hidung. Periksa kedua lubang hidung untuk menentukan lubang yang paling besar dan terbuka.
g. Ukur panjang insersi tube dengan memegang tube di atas tubuh pasien, ujung distal diletakkan 6 cm di bawah prosesus sifoideus; ujung proksimal direntangkan ke hidung; lingkarkan bagian tengah pada cuping telinga pasien. Tandai panjang ukuran tersebut dengan plester.
h. Olesi tube dengan lubricant gel
i. Masukkan NGT dari lubang hidung sambil meminta pasien bernafas melalui mulut dan melakukan gerakan menelan. Bila pasien tidak dapat menelan, berikan air untuk membantu pasien menelan.
j. Jika pasien batuk atau menjadi gelisah atau ditemukan embun pada tube, kemungkinan tube masuk ke trakhea, tarik tube beberapa senti, putar sedikit dan mulai kembali proses di atas.
k. Lanjutkan mendorong tube hingga mencapai tanda plester. Jika lambung penuh, akan keluar cairan, gunakan basin emesis untuk menampung cairan.
l. Gunakan spuit 50 ml untuk menginjeksikan udara. Dengarkan udara yang masuk ke lambung dengan menggunakan stetoskop.
m. Fiksasi NGT pada hidung dengan menggunakan plester.
Referensi
Pfenninger JL, & Fowler GC 2011, Pfenninger and fowler’s procedures for primary care. 3th edn. Elsevier, Philadelphia, hh. 1392-1399.
- Prosedur Bilas Lambung Tingkat keterampilan: 4A Tujuan
a. Membilas lambung dan mengeliminasi zat-zat yang tercerna
b. Mengosongkan lambung sebelum pemeriksaan endoskopi
Alat dan bahan
a. Sarung tangan
b. NGT
c. Disposable spuit 50ml
d. NaCl 0,9% 2-3 L atau air bersih sebagai irigan
e. Gelas ukur Teknik Keterampilan
a. Jelaskan jenis dan prosedur tindakan.
b. Siapkan alat dan bahan.
c. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan.
d. Lakukan pemasangan Nasogastric tube.
e. Pasang spuit 50ml pada ujung NGT.
f. Mulai bilas lambung dengan memasukkan 250 ml irigan untuk mengecek toleransi pasien dan mencegah muntah.
g. Urut abdomen di bagian lambung untuk membantu aliran keluar irigan.
h. Ulangi siklus ini hingga cairan yang keluar tampak jernih.
i. Periksa tanda vital pasien, output urin dan tingkat kesadaran setiap 15 menit.
j. Lepaskan NGT sesuai indikasi.
Referensi
Kowalak JP (ed) 2009, Lippincott’s nursing procedures. 6th edn.
Lippinkott’s Williams&Wilkins, Philadelphia.
- Pemeriksaan Colok Dubur Tingkat keterampilan: 4A Jenis Keterampilan
a. Pemeriksaan colok dubur
b. Palpasi sakrum
c. Inspeksi sarung tangan pasca colok dubur
d. Persiapan pemeriksaan tinja Tujuan
a. Mengetahui kelainan yang mungkin terjadi di bagian anus dan rektum.
b. Mengetahui kelainan yang mungkin terjadi di prostat pada laki- laki.
Alat dan Bahan
a. Sarung tangan
b. Lubricating gel
Teknik Pemeriksaan
a. Jelaskan kepada pasien prosedur, tujuan pemeriksaan dan ketidaknyamanan yang muncul akibat tindakan yang akan kita lakukan
b. Minta pasien untuk melepaskan celana.
c. Minta pasien berbaring menghadap ke kiri, membelakangi pemeriksa dengan tungkai ditekuk.
d. Lakukan inspeksi untuk melihat apakah terdapat benjolan, luka, inflamasi, kemerahan, atau ekskoriasi di daerah sekitar anus.
e. Gunakan sarung tangan, oleskan lubricating gel pada ujung jari telunjung pemeriksa dan di sekitar anus pasien.
Gambar 98. Posisi pasien untuk pemeriksaan colok dubur
f. Sampaikan kepada pasien bahwa pemeriksaan akan dimulai dan minta pasien untuk tetap rileks.
g. Sentuhkan ujung jari telunjuk tangan kanan ke anus kemudian masukkan ujung jari secara lembut dan perlahan ke dalam anus, perhatikan apakah pasien kesakitan, bila pasien kesakitan, berhenti sesaat, kemudian lihat apakah ada luka di sekitar anus. Lanjukan pemeriksaan saat pasien sudah merasa rileks.
h. Nilai tonus sfingter ani, terdapat nyeri atau tidak, indurasi, ireguleritas, nodul, atau lesi lain pada permukaan dalam sfingter
Gambar 99. Posisi jari saat akan memulai pemeriksaan colok dubur
i. Masukkan jari ke dalam rektum sedalam mungkin, putar jari searah jarum jam dan berlawanan arah jarum jam untuk meraba seluruh permukaan rektum, rasakan apakah terdapat nodul, iregularitas, atau indurasi, dan nyeri tekan. Bila didapatkan nyeri tekan, tentukan lokasi nyeri tersebut. Nilai apakah ampula vateri normal atau kolaps.
j. Pada laki-laki, setelah seluruh jari telunjuk masuk, putar jari ke arah anterior. Dengan begitu kita dapat merasakan permukaan posterior dari kelenjar prostat.
Gambar 100. Posisi jari saat palpasi prostat
k. Periksa seluruh permukaan kelenjar prostat, nilai kutub atas, lobus lateralis, dan sulkus median. Tentukan ukuran, bentuk, dan konsistensinya, permukaan, serta nilai apakah ada nodul.
l. Keluarkan jari secara perlahan.
m. Amati sarung tangan, apakah terdapat feses, darah, atau lendir.
n. Apabila terdapat feses pada sarung tangan dan diperlukan pemeriksaan feses, maka masukkan sampel feses tersebut ke dalam kontainer untuk analisis feses selanjutnya.
Analisis Hasil Pemeriksaan
a. Secara normal, kulit perianal orang dewasa akan tampak lebih gelap dibanding kulit sekitarnya dan teksturnya lebih kasar.
b. Pada kondisi normal, sfingter ani akan menjepit jari pemeriksa dengan pas, jika tonusnya meningkat mungkin akibat kecemasan pasien, inflamasi, atau ada skar.
c. Prostat normal teraba kenyal dan permukaan rata, kutub atas, sulkus median, dan lobus lateralis dapat diraba dan ditentukan.
d. Apabila ampula vateri teraba kolaps dapat mengarahkan kecurigaan ke arah obstruksi.
Referensi
Bickley, LS & Szilagyi PG 2009, Bates’ Guide to Physical Examination
and History Taking, 10th edn, Lippincott Williams & Wilkins, China,
hh. 160-162.
- Prosedur Klisma/Enema/Huknah (Irigasi Kolon) Tingkat keterampilan: 4A
Tujuan: Untuk menstimulasi pengeluaran feses dari saluran cerna bagian bawah.
Alat dan Bahan
a. Sarung tangan
b. Enema
c. Lubricant gel
d. Handuk
e. Kertas tisu Prosedur
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada pasien
b. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan.
c. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan. Gunakan sarung tangan.
d. Minta pasien melepas pakaiannya dari pinggang ke bawah. Posisikan pasien pada posisi Sims; minta pasien berbaring miring kiri dan menekuk lutut kanan ke atas.
e. Buka tutup enema dan oleskan lubrikan di ujung enema.
f. Dengan satu tangan, pisahkan bokong untuk mengekspos anus. Dengan tangan lain, pegang botol enema, dan secara perlahan masukkan ujung enema ke dalam rektum. Pastikan arah ujung enema mengarah ke umbilikus.
g. Masukkan isi enema secara perlahan.
h. Tarik ujung enema secara perlahan dan berikan kertas tisu kepada pasien yangdigunakan untuk mengelap lubrikan dan memberikan tekanan pada anus. Minta pasien untuk menahan selama mungkin.
i. Tunggu 5-10 menit agar larutan enema bekerja.
j. Minta pasien ke toilet jika dibutuhkan; cek feses pasien setelah pasien berhasil buang air besar.
Referensi
Keir L, Wise B, Krebs C, & Kelley-Arney C 2007, Medical assisting: administrative and clinical competencies, 6th edn. Cengage Learning, Stamford.
- Perawatan Kantung Kolostomi Tingkat keterampilan: 4A
Tujuan: Melakukan perawatan dan penggantian kantung kolostomi.
Alat dan Bahan
a. Sarung tangan
b. Kantung kolostomi baru
c. Gunting
d. Handuk atau kertas tisu bersih Prosedur
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada pasien.
b. Persiapkan alat dan bahan yang diperlukan.
c. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan dan kenakan sarung tangan.
d. Lepas kantung kolostomi yang lama secara perlahan untuk mencegah iritasi kulit.
e. Buang kantung kolostomi yang lama ke tempat sampah limbah medis.
f. Setelah semua perlatan dilepas, bersihkan daerah sekitar stoma secara perlahan dengan handuk atau kertas tisu bersih. Buang sampah medis ke tempatnya.
g. Amati kulit di sekitar stoma. Nilai adanya kemerahan, iritasi, kulit yang terkelupas. Catat temuan pada rekam medis.
h. Cuci kulit di sekitar stoma dengan sabun. Bilas dan keringkan secara perlahan.
i. Oleskan salep, lubrikan, atau krim pada kulit di sekitar stoma. Oles secara tipis. Hindari penumpukan obat topikal di kulit.
j. Siapkan kantung kolostomi yang baru. Pastikan klem kolostomi terpasang dengan baik.
k. Ketika memasang kantung baru, segel seluruh daerah untuk mencegah kebocoran.
l. Amati warna, jumlah, konsistensi, dan frekuensi feses. Catat temuan di rekam medis.
Referensi
Acello B 2005, Nursing assisting: essentials for long term care. 2nd edn, Thomson, New York.